"Jika dibanding tahun lalu, trennya penderita DBD menurun," kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan Dinkes Jatim, Ansarul Fahrudda kepada Metrotvnews.com, Rabu, 7 Februari 2017.
Menurut Ansarul, penanganan DBD di Jatim tahun 2017 cukup terkendali. Meski demikian, pihaknya meminta masyarakat tetap harus berhati-hati terhadap DBD. Sebab keterlambatan penanganan penyakit ini bisa mengakibatkan kematian.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Kami rutin mengadakan pelatihan dan pendampingan khusus untuk mencegah DBD di daerah-daerah," katanya.
Pihaknya juga terus melakukan sosialisasi kepada masyrakat di daerah agar mengawasi jentik di rumahnya. "Kami juga gencar melakukan program Satu Rumah Satu Jumantik (Juru Pemantau Jentik)," ucapnya.
Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Jatim, Benny Sampir Wanto, menambahkan, Dinkes Pemprov Jatim terus berupaya melakukan sosialisasi terhadap pencegahan DBD. Pertama, dengan mengoptimalisasi gerakan melalui program Juru Pemantau Jentik.
"Kedua, melakukan pendampingan kepada kab/kota yang mengalami peningkatan kasus DBD, meliputi mentoring klinik dan penyelenggaraan Bimtek Penyelidikan Epidemiologi," paparnya.
Ketiga, mendistribusikan dan menyiapkan stok logistik (insektisida, larvasida), serta peralatan berupa alat fogging serta Alat Pelindung Diri bagi fogger. Juga melakukan monitoring ketat terhadap jumlah kasus DBD.
Program lain yang cukup berhasil mengurangi dampak DBD adalah kerjasama dengan PKK yang dikomandani Nina Soekarwo (istri Gubernur Jatim Soekarwo, red), dengan gerakan '3M Plus', yakni menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas.
"Sementara 'Plus' disini berupa langkah pencegahan, seperti menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat nyamuk dan menggunakan kelambu saat tidur. Gerakan ini sendiri disosialisasikan sampai dengan dasa wisma PKK," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ALB)
