Siswi kelas dua sekolah menengah pertama (SMP) ini sudah kali kedua membacakan puisi tersebut di hadapan pegiat dan aktivis HAM.
Diva, sapaan akrabnya, merasa terpanggil dalam meneruskan perjuangan ayahnya. Kendati begitu, kerap grogi saat membacakan puisi yang mengkisahkan ayahnya. "Semoga penegakan HAM semakin baik ke depannya. Pemerintah jangan tutup mata," kata dia berharap.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Selain pembacaan puisi, adapula pertunjukan Tari Remong, musikalisasi puisi dan hiburan grup band Socikoclogy dan Tahu Berontak Band. Perayaan dua tahun Museum HAM Omah Munir sekaligus bertepatan dengan peringatan hari HAM Internasional.
Berikut puisi karya Munir Chatib yang dibacakan:
Munir Tak Pernah Mati
Jasadmu mungkin sudah lapuk tak berbentuk
Lantang suaramu mungkin sudah tak pernah terdengar
Mereka katakan kau sudah mati
Namun sesungguhnya
Kau tak kan pernah mati
Kau tetap hidup dengan pemikiranmu
Kau tetap berdiri dengan keberanianmu
Kau tetap kibarkan bendera kemanusiaanmu
Mereka katakan kau sudah mati
Namun sesungguhnya...
Kau tak pernah mati
Kau tetap hidup dengan kebenaran
Meski penguasa malas mencari kebenaran
Kau tetap hidup dengan penghargaan hak manusia
Meski penguasa tak peduli dengan hak manusia
Biarlah seperti ini...
Mungkin ini sudah digariskan
Setiap tahun akan banyak orang berdiri
Mengenang dan menuntut siapa dalang pembunuhmu
Mungkin sampai 100 tahun lagi
Mungkin sampai 1000 tahun lagi
Seperti menjadi...'tes sejarah bangsa'
Bagi penguasa zaman yang adil
Tetap hidup sahabat...
Tokyo, 7 September 2012
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)