Para pewarta yang bergabung dalam Komunitas Jurnalis Sumenep (KJS) menutup mulut mereka dengan lakban hitam, Kamis (12/3/2015). Mereka juga menunjukkan jempol ke arah bawah sebagai bentuk kekecewaan pada anggota desann.
Mereka membentangkan poster kecaman. Mereka menilai anggota dewan yang mengusir wartawan tak ubahnya preman berkedok wakil rakyat.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Wartawan bekerja untuk rakyat. Tidak digaji dari uang rakyat." Demikian salah satu poster yang mengecam tindakan anggota dewan yang notabene dibayar untuk kesejahteraan rakyat.
"Kami bekerja sebagai jurnalis. Sering mendapat ancaman, intimidasi. Terakhir kami diusir," kata Ketua Komunitas Jurnalis Sumenep Abd Rahem.
Rahem mengatakan ia menggelar aksi itu sekaligus hendak melakukan audiensi dengan pimpinan DPRD. Namun tak satupun anggota DPRD yang menemuk mereka. Hanya Sekretaris DPRD Sumenep yang menemui para pewarta.
Alasannya, seluruh anggota dewan yang ebrjumlah 50 orang itu berada di luar kota. Satu di antaranya Ketua Fraksi Partai Demokrat Masdawi yang mengusir wartawan dari gedung dewan beberapa waktu lalu.
"Kami akan tetap mengawal masalah ini. Kami menuntut yang bersangkutan (Masdawi) meminta maaf secara terbuka pada wartawan dan masyarakat Sumenep," ujar Rahem.
Bila dewan tak memenuhi tuntutan itu, Rahem dan kawan-kawan berencana melaporkan pengusiran itu ke polisi. Sebab, Masdawi telah menghalangi tugas peliputan. Padahal wartawan bekerja dilindungi Undang Undang nomor 40 Tahun 1999 tentang kebebasan pers.
Pengusiran wartawan dari Gedung DPRD Sumenep terjadi pada 10 Maret 2015. Saat itu, sejumlah pewarta hendak mewawancarai Ketua Komisi B Nurussalam terkait harga rumput laut anjlok di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi.
Saat wartawan menyiapkan kamera, tiba-tiba Masdawi datang. Ia mengusir para pewarta.
"Siapapun termasuk wartawan tidak boleh wawancara di dalam Komisi B. Kalau mau wawancara silakan di luar komisi atau di fraksinya dengan catatan jangan mengatasnamakan komisi, melainkan pribadi," ujar Masdawi.
Anggota Komisi B DPRD Sumenep beralasan pengusiran itu sesuai dengan kesepakatan internal. "Anggota maupun ketua yang hendak diwawancarai harus di luar ruangan komisi, tidak boleh di dalam ruangan komisi B. Itupun jangan mengatasnamakan komisi melainkan pribadi," lanjutnya. Sontak, tindakan Masdawi itu mendapat protes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)