Pada rangkaian Jalani Dhipuja, ada gelaran Tari Natha Mudra Karana. Tari ini merupakan simbol keagungan Dewa Hindu yang mengatur kehidupan.
“Ada sembilan penari yang melambangkan sembilan dewa penguasa mata angin,” tutur ketua Parasida Hindu Dharma Indonesia Wilayah Kabupaten Malang, Sutomo Adi Wijoyo, Rabu.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sembilan dewa penguasa mata angin itu, Dewa Whisnu (utara), Iswara (timur laut), Sambhu (timur), Maheswara (tenggara), Brahma (selatan), Rudra (barat daya), Mahadewa (barat), Changkara (barat laut), ditambah satu di titik pusat, yaitu Dewa Siwa. Tari tersebut diperagakan oleh para siswi dari SMP Trimurti, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
Setelah prosesi Jalani Dhipuja, para umat Hindu melakukan ritual doa yang dituntun oleh Singgih Pandita Tanaya Nirmala seorang pemuka agama Hindu di Kabupaten Malang.
Ritual dilanjutkan dengan membawa jolen (tempat sesaji) mengelilingi Pradhaksina Sanggar Surya, pelinggih (istana) Sang Hyang Widi.
“Hal itu dilakukan dengan maksud mohon izin untuk mengadakan upacara sebelum sesaji dilarung ke laut,” terang Sutomo.
Setelah itu sesajen dilarung ke laut. Sesajen itu berupa hasil bumi dan ternak berupa bebek atau itik.
Ketua pelaksana Acara Jalani Dhipuja, Sukirno, menjelaskan larung sesaji sebagai ucapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa.
“Hal ini adalah ungkapan rasa syukur umat Hindu Dharma kepada Sang Hyang Widhi penguasa alam semesta, Sang Hyang Baruna penguasa lautan, dan Ratu Kidul atau Dewi Angin selaku penguasa Pantai Selatan,” jelas Sukirno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(BOB)