Ajakan itu disampaikan Said usai melepas Kirab Hari Santri Nasional dari Monumen Nasional Tugu Pahlawan Surabaya, Jawa Timur menuju Tugu Proklamasi Jakarta, Minggu 18 Oktober 2015.
Said menegaskan, Resolusi Jihad NU sebenarnya sudah ditetapkan oleh Presiden RI Soekarno pada 22 Oktober 1945. Namun, kata Said, Resolusi Jihad seakan terlupakan, tidak masuk dalam rangkaian 10 November.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) yang pertama ini cukup membanggakan karena bertepatan dengan 9 Muharram 1437 Hijriah. Seperti lambang NU yang dikenal memiliki bintang sembilan atau Walisongo. Maka itu, mari kita syukuri bersama-sama dan berupaya meneruskan perjuangan Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyári," kata Said.
Yang melatarbelakangi dikeluarkannya Resolusi Jihad NU, kata Said, adalah adanya upaya pasukan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) atau pasukan sekutu yang dipimpin Brigjen Mallaby. Namun, kata Said, Presiden Soekarno bersama Wapres Moh Hatta serta Panglima Besar Jenderal Soedirman menyadari agresi militer NICA itu tak mungkin dihadapi hanya dengan mengandalkan pasukan tentara, sehingga dibutuhkan bantuan rakyat.
"Presiden Soekarno kemudian mengirim utusan ke KH Hasyim Asyári meminta fatwa untuk menyikapi agresi militer NICA. Karena diyakini fatwanya bakal mampu menggerakkan rakyat Indonesia khususnya dari kalangan santri," ungkapnya.
Setelah mengumpulkan ulama dan kiai NU se Jawa, Madura, dan Nusa Tenggara Timur untuk bermusyawarah selama 2 hari (20-22 Oktober 1945), maka diputuskanlah Resolusi Jihad NU. Isi Resolusi Jihad NU menegaskan bahwa membela Tanah Air hukumnya fardlu ain.
Isi Resolusi Jihad NU itu kemudian disebarluaskan ke seluruh pondok pesantren dan masyarakat. Bahkan oleh Bung Tomo disebarkan melalui radio RRI. Sehingga kaum santri berbondong-bondong berjihad melawan pasukan NICA pada perang 10 November 1945 di Surabaya.
"Walaupun 20 ribu syuhada menjadi korban saat melawan sekutu. Namun perang mempertahankan kemerdekaan RI berhasil dimenangkan oleh rakyat Indonesia. Bahkan Brigjen Mallaby pimpinan pasukan NICA juga tewas," ungkap Said.
Penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, lanjut Said merupakan bentuk penghargaan atas perjuangan ulama, kiai dan santri.
Setidaknya 11 ormas Islam menyatakan dukungan Hari Santri Nasional, seperti Al Irsyad, PUI, Al Washliyah, Perti, PITI hingga Rabithah Alawiyah juga mendukung. Namun ada juga sebagian ormas yang kurang terima, tapi itu tak perlu diributkan.
"Seluruh Indonesia pasti tahu dan tak meragukan jasa para ulama dan santri pada negeri ini. Bagi NU, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika adalah harga mati," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)
