Tokoh masyarakat Pulau Sapeken, Hidayaturrahman, menuturkan sering muncul tudingan warga kepulauan dianaktirikan oleh pemerintah daerah. Tudingan itu akibat pembangunan di kepulauan tidak maksimal. Padahal jika dikaji lebih jauh, ketimpangan pembangunan bukan karena direncanakan, melainkan anggaran yang dimiliki pemerintah tidak cukup membiayai pembangunan pulau.
“Tahun ini APBD kita sebesar dua triliun. Dan itu tidak akan mampu menyelesaikan persoalan yang terjadi di kepulauan. Pasti anggaran untuk kepulauan lebih sedikit ketimbang untuk daratan,” kata Hidayat, Selasa 14 Maret 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dia yakin persoalan listrik, kerusakan jalan, transportasi laut dan fasilitas kesehatan di pulau tidak akan selesai jika bergantung pada kekuatan APBD Sumenep. Untuk persoalan di daratan saja, kata dia, APBD Sumenep belum cukup.
Sebab itu, satu-satunya jawaban adalah membentuk daerah otonom baru, yaitu kabupaten kepulauan. Dengan pemekaran Sumenep itu, dia yakin anggaran pembangunan kepulauan bisa dimaksimal, karena masyarakat pulau sudah bisa menganggarkan sendiri.
Selain itu, kata Hidayat, pemekaran wilayah merupakan bentuk kesuksesan Pemkab Sumenep, karena hal itu merupakan hajat hidup warga kepulauan yang sudah lama diimpikan. Salah satu anggaran untuk kepulauan lebih sedikit ketimbang daratan adalah di bidang perbaikan dan pembangunan jalan.
Tahun ini Pemkab Sumenep memiliki anggaran Rp54 miliar untuk infrastruktur itu, dengan rincian Rp30 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Rp24 miliar dari APBD II. Tapi dari anggaran itu, hanya 30 persen untuk kepuluauan, selebihnya sebanyak 70 persen untuk daratan.
“Sebagian kalangan menilai pembagian anggaran itu tidak adil. Tapi dari luas wilayah, tentu pembagian itu proporsional,” jelas Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Kabupaten Sumenep, Edi Rasiadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ALB)