Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang Asih Tri Rachmi menyatakan balita yang mengalami gizi buruk merupakan pasien lama yang sebelumnya telah mendapat pendampingan dari Dinkes.
Setiap balita yang telah dinyatakan bebas dari gizi buruk, kata dia, saat itu juga program pendampingan selesai. Namun, pihaknya tetap memantau perkembangan balita tersebut.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Balita yang dinyatakan bebas dari gizi buruk kembali jatuh lagi. Faktornya bisa berupa pola makan tidak menentu dan asupan gizinya kurang. Di sisi lain keluarganya memang kurang mampu," kata dia, saat dihubungi Metrotvnews.com, Selasa (19/4/2016).
Setiap tahun jumlah balita gizi buruk mengalami penurunan. Di tahun 2013 terdapat 125 balita gizi buruk, 2014 sebanyak 119 balita, 2015 sebanyak 100 balita dan hingga Bulan April 2016 masih ada 21 balita gizi buruk. 13 balita di antaranya merupakan penderita lama.
Kasus balita gizi buruk tertinggi di Kelurahan Pandanwangi, yakni 20 kasus, Puskesmas Kendalkerep 11 kasus, Kendalsari 10 kasus, Mulyorejo 9 kasus, sisanya tersebar seluruh Puskesmas di Kota Malang.
Upaya mengurangi jumlah balita gizi buruk, katanya, terus dilakukan. Mulai pendampingan hingga pemberian makanan tambahan (PMT) berprotein serta program pemanfaatan makanan lokal, seperti daun kelor dan tempe.
Total tahun ini Dinas Kesehatan menyiapkan Rp2,7 miliar untuk pendampingan dan pengentasan gizi buruk. Sebesar Rp700 juta untuk menangani gizi buruk dan Rp2 miliar untuk pengadaan PMT.
"Selama masih ada keluarga miskin, kasus gizi buruk sulit dientaskan," ungkap perempuan berkerudung ini.
Ia menepis kabar jika Kota Malang menduduki peringkat kedua terbesar kasus gizi buruk di Provinsi Jawa Timur. Menurutnya, kasus gizi buruk di Kota Malang tidak lebih rendah dibanding daerah-daerah lain.
"Dari anggaran itu kami targetkan bisa menangani 162 balita. Saat ini masih proses lelang, semoga cepat kelar," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(MEL)
