"Warga sangat berterima kasih sekali kepada pihak Kejaksaan, karena telah membantu warga untuk mendapatkan sertifikat," kata Suhartono usai penandatanganan pembuatan sertifikat di Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur, Senin, 6 Februari 2017.
Pria 39 tahun itu mengaku tak menyangka, jika tanah kaveling yang dibeli secara kolektif oleh 650 warga terdampak korban lumpur Lapindo pada 2008, dijadikan kesempatan meraup keuntungan. Selain proses pembuatan sertifikat lama, ternyata tanah yang dibeli panitia ada tanah kas desa (TKD) di dalamnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Jumlah totalnya sekitar 10 hektare. Sedangkan, TKD sekitar 2,8 hektare," tambah Suhartono.
Suhartono menjelaskan, awalnya warga berinisiatif mengumpulkan uang membeli sebidang tanah secara kolektif. Saat pengumpulan dana, Sunarto cs yang sekarang sudah ditahan Kejaksaan Negeri Sidoarjo, menawarkan diri menjadi panitia pembelian tanah di Dusun Renojoyo.
(Baca: Kejari Sidoarjo Geledah Rumah Notaris)
Harga per kaveling dengan ukuran 8X15 meter persegi bervariasi. Warga membayar kepada panitia kisaran Rp16 juta hingga Rp17 juta. Total terkumpul sekitar Rp11 miliar.
"Setelah kita tunggu, ternyata proses pembuatan sertifikat lambat. Dari sanalah kita cari informasi ke BPN (Badan Pertanahan Nasional). Hasilnya, BPN tak bisa menerbitkan sertifikat lantaran didalamnya ada TKD. Terpaksa kita laporkan ke pihak Kejaksaan," tuturnya.
Kepala desa saat itu, lanjut Suhartono, sebanrnya sudah mengingatkan kepada panitia bahwa di lahan tersebut ada lahan TKD. Kalaupun mau ditukar guling, harus disesuaikan dengan prosedur yang ada.
Sempat terjadi kesepakatan, bahwa lahan TKD seluas 2,8 hektare akan ditukar guling dengan lahan seluas 2,9 hektare di sebelah barat perumahan. "Secara administrasi, pihak panitia tidak bisa menyelesaikan itu. Katanya, kalau persoalan itu sudah ada yang ngurusi," tandas Suhartono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(NIN)