Keenam orang itu adalah Tosan, Salim Kancil (almarhum), Imam, Ikhsan, Abdul Hamid, dan Safari. Mereka menolak penambangan pasir ilegal dengan alasan kelestarian lingkungan.
"Pada 10 September 2015 saya sudah diancam dan dikeroyok. Terus saya laporkan ke bupati, DPRD, camat, dan polisi, tapi tak pernah ada anggapan," kata Tosan, saat bersaksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (25/2/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Tosan mengaku sudah mendapat ancaman udah sejak Agustus 2015. Ancamannya berupa pembunuhan atau membuat rusuh desa dengan cara melepas para pencuri liar di desa tersebut.
"Pada 8 September 2015 saya ke kantor kecamatan dengan teman-teman minta tambang ditutup. Terus pada 9 Desember 2015 kami berenam beraksi di kantor kecamatan, terus sore harinya ada pernyataan tambang ditutup secara tertulis dari kepala desa yang diantar camat kepada kami," ujarnya.
Namun, lanjut Tosan, seminggu kemudian tambang pasir itu dioperasikan lagi. Melihat tambang operasi lagi, Tosan dan lima orang temannya menghentikan paksa truk yang mengangkut pasir dan membagikan selebaran kepada warga lainnya.
"Baru pada 26 September 2015 pagi saya diserang. Kalau soal kejadian Salim Kancil saya tidak tahu karena setelah saya baru menyerang Salim. Sampai saat itu juga laporan saya yang diserang pada 10 September 2015 belum ada tanggapan," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)