Narindrani, 68, mengaku ayahnya, Amin Hadi, membeli bangunan tersebut di awal 1970-an. Ayahnya membongkar beberapa bagian bangunan.
"Sebab fisik rumah sudah rapuh," kata Bu Rin, demikian ia biasa disapa, saat ditemui di rumahnya di Surabaya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Bangunan itu sudah tua. Hampir seluruh bangunan dimakan rayap. Pintu rumah tak bisa ditutup. Jendela yang berukuran besar diubah menjadi lebih kecil. Plafon pun pernah bocor.
"Saat kami hendak memperbaiki, plafon malah ambrol. Jadi bangunan itu kami renovasi," ungkap Bu Rin.

(Kedua putri Amin Hadi, ahli waris pemilik rumah bekas jejak Bung Tomo, MTVN - Amaluddin)
Genteng pun bocor. Tapi ayahnya sengaja membiarkan kondisi itu lantaran khawatir rumah ambrol.
Bangunan itu menjadi stasiun radio saat Bung Tomo menyiarkan semangat mempertahankan Kemerdekaan RI dari pendudukan Belanda pada 1945. Pada 1973, Amin membeli bangunan itu dari Kolonial Belanda.
Setelah Amin meninggal, ia mewariskan bangunan itu pada dua putrinya, Bu Rin dan Tjintariani. Lalu pada 1996, Pemerintah Kota Surabaya menyatakan bangunan itu sebagai cagar budaya. Dua tahun kemudian, penetapan status diperkuat dengan Surat Keputusan (SK) Wali Kota No.188.45/004/402.1.04/1998.
Pernyataan Bu Rin itu sesuai dengan pernyataan tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan. Tim memastikan bangunan di Jalan Mawar Surabaya itu sudah pernah direnovasi, mulai dari bagian depan hingga tengah.
Lantaran itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akan mengkaji detail bangunan. Sehingga, saat dibangun ulang, rumah tersebut bisa seperti bangunan sebelum dirobohkan.
Baca: Risma Ragu Rekonstruksi Rumah Jejak Bung Tomo seperti Bangunan Aslinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)
