Peristiwa bermula saat petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merazia rumah kos di Jalan Ngagel Rejo Kidul 119, pada Rabu (20/5/2015) malam. Petugas mengecek kartu identitas para penghuni kos.
Satu di antaranya Kristin Dwitayana, 25, mahasiswi PGRI Adi Buana Surabaya. Malang, Kristin tak dapat menunjukkan KTP Surabaya. Ia juga tak mengantongi kartu identitas penduduk musiman.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Kristin hanya memiliki KTP daerah asalnya yaitu Mojokerto. Lantaran itu, petugas menggiring Kristin ke truk dan membawanya ke Liponsos.
Di Liponsos, Kristin ditempatkan bersama dengan orang gila dan gelandangan. Kondisi itu membuat dara berambut panjang tersebut tertekan.
Kristin pun berusaha mencari solusi. Ia menemui petugas di Liponsos. Seorang oknum petugas Dinas Sosial Kota Surabaya meminta Kristin menyiapkan uang Rp4 juta untuk membayar tebusan. Bila tidak, Kristin tak boleh keluar dari Liponsos.
Kristin mengakui hal itu melalui pesan singkat yang ia kirim ke temannya, Okky Suryatama. Tapi Kristin tidak tahu nama petugas tersebut.
"Sekarang dia mengaku stress berada di dalam Liponsos. Sampai-sampai Kristin mengaku gak mau makan," kata Okky, pria yang juga berprofesi sebagai Advocat Pro Deo, Kamis (21/5/2015).
Menurut Okky, warga yang terjaring razia dapat keluar dari tempat penampungan itu cukup dengan dijemput keluarga. Keluarga cukup membawa keterangan surat keluarga (KSK) tanpa harus membayar sepeser pun.
"Apalagi dimintai uang sebesar Rp4 juta. Pemerasan itu namanya," kata Okky.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Pemkot Surabaya, Supomo, hingga berita ini diturunkan, belum menjawab ketika dikonfirmasi terkait kabar tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)