Perwakilan mahasiswa menyerahkan borgol ke anggota polisi Polda Jatim sebagai tanda kecewa kasus pembunuhan Salim Kancil. Foto: MTVN/Rosyid
Perwakilan mahasiswa menyerahkan borgol ke anggota polisi Polda Jatim sebagai tanda kecewa kasus pembunuhan Salim Kancil. Foto: MTVN/Rosyid (Amaluddin)

Kronologi Penyiksaan Penolak Tambang Pasir di Lumajang

salim kancil
Amaluddin • 28 September 2015 20:28
medcom.id, Surabaya: Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya prihatin dengan pengeroyokan dua warga penolak tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
 
Untuk mengungkap kasus ini, KontraS Surabaya menginvestigasinya. "Hasil investigasi diketahui dua orang bernama Salim tewas dan Thosan mengalami luka berat. Keduanya dibantai 40 orang," kata Tim Investigasi Kontras Surabaya, Fatkhul Khoir, di Surabaya, Senin (28/9/2015).
 
Pria yang akrab disapa Juir itu mengatakan peristiwa terjadi pada Sabtu, 26 September. Saat itu dua warga Desa Selok Awar-awar yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Peduli dianiaya 40 orang.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Thosan yang pertama digeruduk. Dia didatangi gerombolan orang membawa kayu, celurit, dan batu, pada pukul 07.30 WIB. Mereka langsung mengeroyok Thosan tanpa ampun.
 
"Thosan sempat naik motor untuk menyelamatkan diri. Sayang, motor yang dikendarai Tosan langsung ditabrak gerombolan. Setelah itu, Thosan diseret ke lapangan dan dibantai tanpa ampun," kata Juir.
 
Saat di lapangan, gerombolan orang itu juga menyiksa dengan melindas tubuh Thosan menggunakan sepeda motor milik salah satu anggota gerombolan. Meski demikian, Tosan langsung dilarikan ke Puskesmas Pasuruan dan dirujuk ke RSUD Lumajang dan RS Bhayangkara.
 
Tak puas menyiksa Thosan, segerombolan orang itu mencari Salim Kancil di rumahnya. Dengan sadis, gerombolan ini langsung mengikat Salim Kancil dengan seutas tali yang sudah disiapkan sebelumnya. Salim pun diseret menuju Balai Desa Selok Awar-Awar yang berjarak sekitar dua Kilometer. Selama perjalanan, gerombolan ini tak henti-hentinya menghajar dengan pukulan dan hantaman senjata.
 
"Di balai desa, tanpa menghiraukan ada banyak anak-anak yang sedang mengikuti pelajaran di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), gerombolan terus menyiksa Salim. Di sana mereka juga telah menyiapkan alat setrum yang kemudian dipakai untuk menyetrum Salim berkali-kali," katanya.
 
Anehnya, kata Juir, meski berada di balai desa, tidak satu pun perangkat desa yang keluar untuk menghentikan aksi main hakim sendiri itu. Hingga akhirnya Salim tewas dengan posisi tertelungkup. Di sekitar jasadnya berserakan kayu dan batu.
 
Penolakan warga terhadap aktivitas pertambangan di desa itu berlangsung lama. Sebelumnya, di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, aktivitas pertambangan juga telah menimbulkan konflik. Konflik serupa juga muncul di Desa Pandanarum dan Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang.
 
"Panjangnya daftar konflik akibat aktivitas pertambangan pasir besi di kawasan pesisir selatan Lumajang ini rupanya tidak menjadi pelajaran bagi pemerintah Kabupaten Lumajang untuk bertindak," kata Juir.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(UWA)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif