Seperti yang diungkapkan Muhammad, petani garam di Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget. Dia mengaku sangat khawatir harga garam akan anjlok setelah garam impor masuk ke Indonesia, khususnya di Sumenep. Terlebih baru musim ini dia mengaku banyak untung dari budidaya garam yang ditekuni.
“Baru kali ini harga garam sampai Rp3,5 juta per ton. Kalau sebelumnya berkisar Rp300 ribu-Rp400 ribu/ton,” tutur dia, Selasa, 1 Agustus 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurut dia, sebenarnya sah-sah saja pemerintah mengimpor garam, asalkan pemerintah juga membuat kebijakan agar harga garam lokal tetap tinggi seperti saat ini. Berdasarkan pengalaman musim-musim sebelumnya, harga garam lokal langsung turun drastis setelah tersebar garam impor.
Untuk saat ini, kata dia, satu petak lahan garam miliknya hanya menghasilkan 1 ton. Hal itu merupakan dampak dari hujan yang sepekan ini mengguyur lahan garam miliknya. Padahal sebelum diguyur hujan, satu petak lahan bisa menghasilkan garam antara 3-4 ton.
“Yang saya lakukan untuk menyelamatkan garam adalah memanen sebelum waktunya. Normal masa panen biasanya tujuh hari. Tapi saya memanen garam jika sudah berumur tiga hari,” tandas Muhammad.
Petani garam lain, Tawil, berharap sama. Meski pemerintah mengimpor garam, pemerintah bisa mengendalikan harga sesuai harapan petani.
“Kalau bukan pada pemerintah, pada siapa lagi kami bisa berharap,” harapnya.
Tawil mengaku tengah membersihkan air hujan dari lahan garamnya. Karena jika air hujan dibiarkan menggenang, maka akan mengganggu proses pembentukan garam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)