"Ya kan kita tunggu masih ada rekomendasi satu lagi dari simposium besok," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/5/2016).
Luhut menuturkan, simposium tandingan tersebut bakal disandingkan dengan simposium yang dibuat keluarga korban 1965 pada 18-19 April 2016 lalu. Dari keduanya, pemerintah bakal mengambil kesimpulan dan memberikan keputusan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Setelah itu baru kita banding, kita bikin sendiri," imbuhnya.
Luhut pun masih menutup rapat soal simposium dari keluarga korban 1965 sebelum simposium tandingan digelar. Sementara, rekomendasi agar pemerintah membongkar kuburan ditolak kubu simposium yang digelar purnawirawan TNI.
"Ya belum elok saya buka dong. Nanti nyontek. Biar aja dulu independen, kalau ada dapat paling minggu ini, nanti kita satukan, laporkan pada presiden. Nanti baru keputusan akhir Presiden baru saya omongin," pungkas dia.
Sebelumnya, mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengungkapkan rencana membuat simposium penangkalan komunisme pada pertengahan Mei. Simposium yang diadakan purnawirawan TNI merupakan bentuk kekecewaan dari simposium sebelumnya yang dianggap sepihak.
"Begini kita ini sangat mengkhawatirkan adanya simposium sepihak kemarin. Kita minta ditunda supaya dua pihak. Tapi mereka mengatakan tidak bisa," kata Kiki pada 13 Mei 2016.
Pelaksanaan simposium diketuai Kiki. Acara diselenggarakan pada 1-2 Juni 2016 di Balai Kartini. Para purnawirawan TNI berharap simposium ini juga didukung Luhut laiknya dukungannya pada simposium yang berjudul "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan".
Acara tersebut telah mendapat dukungan penuh dari Gerakan Bela Negara, Ormas berlandaskan Pancasila, dan Ormas Islam. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dijadwalkan hadir pada pembukaan hari pertama simposium.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(OGI)