"Sesuai Perpres, pelaksanaan tugas dan fungsi BPLS akan dilimpahkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)," kata Kepala Sub Pokja Humas dan Pengamanan BPLS Hengky Listria Adi, Selasa, 14 Maret 2017.
Hengky menjelaskan, Perpres dengan jelas menegaskan bahwa pembelian tanah atau bangunan masyarakat yang terkena luapan lumpur Sidoarjo sesuai dengan Peta Area Terdampak pada 22 Maret 2007 tetap dilakukan PT Lapindo Brantas. "Dengan catatan, akta jual-beli bukti kepemilikan tanah yang mencantumkan luas tanah dan lokasi sudah disahkan pemerintah," terangnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Artinya, lanjut Henky, tanah dan atau bangunan yang berada di wilayah penanganan luapan lumpur di luar Peta Area Terdampak 22 Maret 2007 yang pembeliannya menjadi beban Aanggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah Barang Milik Negara (BMN). Hal tersebut seperti dalam bunyi Pasal 5 poin (b).
Sedangkan, biaya upaya penanggulangan semburan lumpur, pengaliran lumpur ke Sungai Porong, penanganan infrastruktur, termasuk infrastruktur penanganan luapan lumpur di Sidoarjo, serta biaya tindakan mitigasi untuk melindungi keselamatan masyarakat dan infrastruktur dibebankan kepada APBN dan sumber dana lainnya yang sah.
Hingga kini, ada beberapa pekerjaan rumah yang belum tertangani BPLS. Di antaranya,pembayaran ganti rugi untuk fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos). Sementara, ganti rugi warga korban luapan lumpur masih tersisa 84 berkas.
"Fasum fasos masih menunggu keputusan Kemenag. Untuk 84 berkas warga yang belum terbayarkan, hingga kini masih menunggu Perpres sebagai dasar pembayaran, serta kegiatan rutin pengaliran yang tetap harus dilakukan," pungkas Hengky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(NIN)