Hal itu diketahui saat sidang paripurna Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Soekarwo di DPRD Jatim, Selasa 12 April 2016. Anggota Pansus LKPJ dari Fraksi PDIP, Giyanto, mengatakan kinerja Pemprov dalam bidang kesehatan dan peningkatan gizi cukup memprihatinkan. Dari alokasi anggaran yang cukup besar bahkan mencapai puluhan miliar, realisasinya hanya pada angka ratusan juta.
Dia mencontohkan, program pembinaan gizi masyarakat dari Rp28,2 miliar hanya terserap Rp2 miliar atau 7,28 persen. Lalu program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak sebesar Rp2,9 miliar, hanya terealisasi Rp987 juta atau 33,66 persen.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Selanjutnya program kegiatan pembinaan kesehatan ibu dan reproduksi dari alokasi anggaran Rp9,9 miliar penyerapan anggaran hanya Rp334 juta atau 3,37 persen. Program pembinaan pelayanan kesehatan anak dari alokasi Rp4,5 miliar hanya terealisasi Rp745 juta atau 16,36 persen.
Program bantuan operasional kesehatan dari Rp1,4 miliar hanya terserap Rp443 juta atau 31,71 persen dan program pembinaan gizi masyarakat dari Rp28,2 miliar yang terealisasi hanya Rp2 miliar atau 7,28 persen.
"Akibatnya, penanganan gizi buruk secara nasional Jatim ada pada urutan nomor dua setelah NTB," kata Giyanto, di Surabaya, Rabu (13/4/2016).
Untuk itu, dia mendesak Dinas Kesehatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Provinsi Jatim untuk memperbaiki sistem serapan anggarannya, dan melakukan penanganan terhadap pelayanan kesehatan, guna penanganan gizi buruk di Jatim dapat tertangani dengan baik.
“Sudah menjadi kebiasaan, serapan anggaran di triwulan pertama selalu rendah. Ini membuat, Pansus LKPJ mengingatkan agar serapan berjalan maksimal," ujar Sekretaris pansus LKPJ DPRD Jatim, Yusuf Rohana.
Politikus asal Fraksi PKS Jatim itu mengingatkan pemprov Jatim agar penyerapan anggaran bisa dimaksimalkan. Sebab, kata dia, jika ditemukan ada anggaran tersimpan di rekening bank pembangunan daerah (BPD) atau Bank Jatim, maka akan ada peringatan dari pemerintah pusat. Yaitu, penghentian bantuan dana dari pusat, dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN).
"Ini yang perlu diperhatikan. Jika terjadi maka proses pembangunan di daerah bisa terhambat,” kata dia.
Dalam laporan LKPJ tahun lalu, kata Yusuf, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat menyinggung agar penyerapan anggaran setiap triwulan merata.
“Jika ditemukan anggaran yang tidak terpakai, bisa-bisa Dana Alokasi Khusus (DAK) ditunda oleh pemerintah pusat,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)