Menurut tim advokasi Laskar Hijau Aak Abdullah Al Kudus, warga pernah melaporkan keresahan itu ke kepala desa. Bahkan, mereka telah melapor ke Bupati.
"Tapi tidak pernah ditanggapi," kata Aak kepada Metrotvnews.com di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (29/8/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sementara itu, alat berat milik penambang pasir berada di bibir pantai. Aak menduga, penambangan itu ilegal karena lokasinya masuk dalam kawasan atau wilayah pertambangan lindung milik Perhutani.
Puncaknya, kata Aak, terjadi saat masyarakat membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-awar. Sebanyak 12 orang memprakarsai forum tersebut
"12 warga tersebut yaitu Tosan, Iksan Sumar, Ansori, Sapari, Salim Kancil, Abdul Hamid, Turiman, Hariyadi, Rosyid, Mohammad Imam, Ridwan, dan Cokrowidodo RS," ungkap Aak.
Melalui forum itu, ke-12 orang tersebut melawan aktivitas penambangan pasir di Desa Selok Awar-awar. Mereka menilai tak bisa lagi menolerir penambangan pasir karena meninggalkan kubangan di tanah.
"Sawah milik petani di sekitar lokasi terkena imbasnya. Sebagian sawah masyarakat menjadi tandus karena air laut meresap ke ladang sawah," bebernya.
Kepala desa setempat pun menjelaskan penambangan itu merupakan bentuk optimalisasi kawasan Wisata Watu Pecah. Pertemuan itu pun membuat warga menerima alasan tersebut.
Ternyata, alasan kepala desa hanya dalih sementara. Sebab, pengerukan pasir tak pernah berhenti dan malah menjadi-jadi.
"Warga pun kembali melakukan protes keras melalui forum peduli desa. Dalam protes yang kesekian kalinya, kali ini warga melayangkan protes kemana-mana bahkan hingga ke Bupati Lumajang. Lagi-lagi protes itu tidak digubris. Saat warga meminta audensi dengan Bupati Lumajang malah diwakili dan ditemui oleh Camat Pasirian," jelas Aak.
Aksi warga itu pun berujung pembantaian terhadap dua aktivitas petani yakni Salim Kancil dan Tosan. Salim Kancil tewas dalam pembantaian tersebut. Sementara Tosan mengalami luka parah.
"Kedua warga aktivis petani ini dianggap sebagai penghambat atau penghalang bagi penambang," pungkas Aak.
Hingga berita ini dimuat, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur AKBP Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan polisi menetapkan 22 tersangka dalam kasus tersebut. Sebanyak 20 di antaranya mendekam di sel Mapolres Lumajang.
"Dua tersangka tidak ditahan karena masih di bawah umur, berusia 16 tahun," ujar Argo, di Mapolda Jatim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)