Perempuan berusia 68 tahun itu mengaku tak mampu membayar biaya perawatan untuk menjaga bangunan bersejarah itu. Ia mengungkapkan biaya perawatan mencapai Rp6 juta per bulan untuk kebutuhan air dan listrik.
"Kemudian biaya PBB-nya sebesar Rp20 juta per tahun," ungkap Bu Rin, demikian ia biasa disapa, saat ditemui di rumahnya di Jalan Gayungsari Barat III Nomor 114 Surabaya, Senin (16/5/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
.jpg)
Biaya yang besar itu pun menjadikan ia dan keluarga sepakat menjual bangunan tersebut. Selain itu, ahli waris pun tak pernah mendapat bantuan apapun untuk merawat rumah yang dibeli ayahnya, Amin Hadi, itu.
Bu Rin bahkan menyewakan bangunan tersebut sebagai kos-kosan. Namun pendapatan sewa rumah tak mampu menutupi kebutuhan biaya perawatan.
"Karena kami sudah tidak mampu akhirnya kami jual," jelasnya.
Kemudian, ia menjual bangunan tersebut ke tetangganya yang juga pemilik PT Jayanata, Beng Jayanata. Namun penjualan bangunan berbuntut panjang. Sebab rumah tersebut dibongkar dan menuai aksi protes dari kalangan masyarakat.
Pengakuan Bu Rin bertolak belakang dengan pernyataan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkot Surabaya Wiwiek Widayati. Wiwiek mengatakan Pemkot merawat bangunan cagar budaya di Kota Pahlawan. Pemkot juga memberikan diskon PBB sebesar 50 persen pada pemilik bangunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)
