Kamis 18 Februari 2016, PN gelar sidang perdana. Sebanyak 34 terdakwa dan belasan berkas perkara disidangkan. Dua terdakwa di antaranya Hariyono, mantan Kepala Desa Selok Awar-Awar dan Madatsir yang berperan sebagai pimpinan kelompok pendukung pertambangan.
(Baca: Sidang Perdana Kasus Salim Kancil Hadirkan 34 Terdakwa)
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Perkara pidana umum muncul dalam sidang yang terdiri dari pengeroyokan dan pembunuhan. Perkara itu berkaitan dengan tindakan puluhan orang yang menganiaya dua petani sekaligus aktivis antitambang di Desa Selok Awar-Awar, yaitu Salim Kancil dan Tosan.
Peristiwa pada akhir September 2015 itu menewaskan Salim Kancil. Sementara rekannya, Tosan, selamat namun mengalami luka berat. Kini, Tosan sudah bugar setelah menjalani perawatan. Tosan pun menjadi saksi kunci dalam perkara yang bergulir di persidangan itu.
Berkas lain, seperti yang disampaikan Kabid Humas Polda Jatim Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono pada November 2015, merupakan perkara penambangan ilegal di desa tersebut.
Perkara itu meliputi penyalahgunaan wewenang untuk mengizinkan pertambangan ilegal, korupsi, dan tindak pidana pencucian uang. Pada Oktober 2015, Polda Jatim memeriksa sejumlah petinggi Polres Lumajang dan Polsek Pasirian. Mereka diduga menerima uang dari kegiatan pertambangan pasir ilegal.
(Baca: Kasus Salim Kancil, Petinggi Polisi di Lumajang Diduga Terima Suap)
Dalam sidang kode etik, terdakwa Hariono menyebutkan sejumlah nama yang menerima uang alias gratifikasi. Dua di antaranya anggota Polri. Pejabat kecamatan dan Perhutani pun menerima jatah yang sama.
(Baca: Polisi Dapat Jatah Rp200 Ribu Amankan Tambang Pasir)
Hariono merupakan satu dari 34 terdakwa yang dihadirkan dalam sidang. Ia dijerat dengan pasal berlapis. Selain sebagai otak penganiayaan dan pembunuhan Salim Kancil, ia juga menjadi terdakwa kasus penganiayaan Tosan.
Tak hanya itu, ia juga dijerat dengan perkara pertambangan ilegal dan korupsi. Perkara tindak pidana pencucian uang pun 'menantinya' di sidang.
Koordinator Divisi Pengacara Publik LBH Surabaya, Abd Wachid Habibullah, mengakui tantangan yang harus dihadapi majelis hakim dan jaksa mengungkap kasus ini. Aparat harus menghadirkan saksi yang kompeten. Bukan hanya perkara penganiayaan dan pembunuhan, tapi juga kasus di balik peristiwa itu, yaitu pertambangan pasir ilegal.
"Lantaran itu, majelis hakim harus melihat langsung lokasi bekas galian di Desa Selok Awar-Awar. Lakukan pemeriksaan di lokasi. Sehingga majelis hakim dapat mengungkap kasus tersebut dengan adil dan benar," kata Wachid kepada Metrotvnews.com, Jumat (3/4/2016).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)