"Setelah kami hitung dengan hitung-hitungan rendah, total fee-nya sejak 2011 hingga 2015, yakni Rp11,5 triliun. Jumlah itu setara dengan APBD Pemkab Luamajang selama 8 tahun," kata Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Oni Mahardika, dihubungi di Surabaya, Sabtu (17/10/2015).
Ony menjelaskan, dalam sehari ada 300 truk untuk satu titik pertambangan. Dengan hitung-hitungan satu truk dikali Rp300 ribu plus bayar portal Rp30 ribu. Pendapatan dalam sehari bisa mencapai Rp500 juta. "Sementara kami memiliki data dalam sehari, ternyata lebih dari satu titik yang dilakukan penambangan. Bisa bayangkan berapa ton pasir yang dikeruknya, dan fee yang diperoleh dalam sebulan," terangnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Lumajang, kata Ony, memiliki kualitas pasir besi bagus dan nilai ekonomi tinggi. Wajar jika banyak diminati karena mengandung bahan mineral berharga lain seperti titanium.
Pasir besi dibutuhkan dalam industri peleburan baja dan semen. Harga pasaran untuk pasir besi dengan kadar Fe 50 persen atau pada kisaran USD36 per ton. Industri pasir besi di Lumajang ini sudah mulai sejak 2011. Potensi kerugian Kabupaten Lumajang dari hilangnya pasir besi ini, yakni 500 truk dikali 35 ton pasir dikali 365 hari, yakni 5.475.000 ton. "Jadi, dalam lima tahun, negara telah dirugikan sebesar Rp9.8 triliun," urainya.
Berikut hitung-hitungan terendah yang dilakukan oleh Walhi Jatim terkait tambang pasir besi yang dimulai sejak 2011, serta kerugian Kabupaten Lumajang dari hilangnya pasir besi di pantai selatan:
1. Per hari 500 truck x 35 ton per 1 truck x 365 hari (1 tahun): 6.387.500 ton.
2. 6.387.500 ton x 10.000 (Rp) x US 36/ton: Rp. 2.299.500.000.000.
3. Dalam 5 Tahun telah hilang kerugian kab. lumajang sekitar : Rp. 11.497.500.000.000,- Setara delapan tahun APBD Lumajang yang rata-rata Rp1.255.000.000.000,- per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)