"Sudah melakukan kerja sama dengan Diknas untuk memberikan pembekalan di tiap sekolah," kata Kepala BPPKB Jawa Timur Lies Idawati, Jumat (12/8/2016).
DPRD Jawa Timur sempat mengusulkan instansi terkait membangun posko pengaduan korban kekerasan seksual di setiap sekolah. Namun, Lies mengaku, gagasan itu belum dapat direalisasikan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Membangun posko secara fisik memang belum, tapi secara esensi kami sudah melakukan pendampingan di tiap-tiap sekolah," kata dia.
Pendampingan itu berupa pemberian pemahaman terhadap guru bimbingan dan konseling (BK) di tiap sekolah mulai di SMP dan SMA.
"Karena siswa di tingkat ini (SMP dan SMA) dianggap rawan tertimpa kasus kekerasan seksual. Namun pengawasan terhadap tingkat SD tetap dilakukan," imbuh dia.
Selain itu, program ini juga melibatkan siswa. Harapannya agar penguatan ini lebih mudah diterima siswa. Program pendidik sebaya ini memberikan pelatihan dan penguatan terhadap anggota OSIS. Dengan pendekatan antarteman, antisipasi peredaran narkoba, situs porno termasuk soal kesehatan reproduksi. "Kalau penguatan dilakukan teman sebaya akan lebih mudah diterima," ujar dia.
Dinas Pendidikan bersama BPPKB akan membangun sekolah ramah anak yakni memberikan perlindungan secara utuh terhadap siswa. Saat ini sudah diterapkan di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dengan begitu, semuanya ditata seperti kenyamanan dan keamanan anak. Misalnya kamar mandi siswa tidak ditempatkan di lokasi belakang gedung sekolah, sehingga guru mudah mengawasi.
"Ini penting, karena anak lebih lama ada di sekolah. Saat ini sekolah ramah anak sudah banyak diterapkan di kota besar seperti Surabaya dan Malang. Karena itu, ini akan dikembangkan ke daerah lain dengan kerja sama dengan pemerintah setempat," kata Lies.
Data BPPKB mencatat jumlah kasus kekerasan pada anak cenderung meningkat setiap tahun. Pada 2014, total jumlah kekerasan pada anak mencapai 152 kasus. Jumlah ini meningkat menjadi 222 kasus pada 2015. Sementara, hingga Juni 2016, ada 169 kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan. Kasus pencabulan mendominasi yakni sebanyak 111 kasus.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada anak sebanyak 53 kasus pada 2014. Jenis kasus meliputi 7 kasus fisik, 30 kasus psikis, dua kasus seksual, 9 kasus penelantaran, dan lain-lain. Sedangkan kasus nonKDRT sebanyak 150 kasus. Terdiri dari 10 kasus fisik, satu kasus psikis, 10 kasus pemerkosaan, 67 kasus pencabulan, tiga kasus sodomi, tiga kasus human trafficking, 5 kasus anak berhadapan dengan hukum.
Pada 2015, total ada 75 kasus KDRT, terdiri dari 11 kasus fisik, 39 kasus psikis, empat kasus seksual, 21 kasus penelantaran. Sementara, kasus nonKDRT sebanyak 222 kasus yaitu 12 kasus fisik, 53 kasus psikis, 18 kasus pemerkosaan, 58 kasus pencabulan, empat kasus sodomi, dan dua kasus human trafficking.
Sedangkan kasus KDRT pada anak hingga Juni 2016 sebanyak 43 kasus. Terdiri dari 5 kasus fisik, 27 kasus psikis, satu kasus seksual, 8 kasus penelantaran, dan lain-lain. Sementara kasus nonKDRT berjumlah 111 kasus yakni 8 kasus fisik, satu kasus psikis, 111 kasus pencabulan, tiga kasus sodomi, dua kasus human trafficking, dan satu kasus anak berhadapan dengan hukum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(TTD)