Saksi bernama Turkan, pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim. Turkam mengatakan aset tersebut berupa tanah dan bangunan bekas pabrik keramik. Aset memiliki luas 24.560 meter persegi. Seharusnya aset dijual dengan harga lebih dari Rp10 miliar.
"Tapi menurut catatan kami di BPN, harga jualnya (pada 2003) yaitu Rp4,7 miliar," kata Turkan dalam sidang.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Trimo menilai terjadi kesalahan prosedur dalam penjualan aset. Sebab nilai jualnya di bawah NJOP saat itu.
"Berdasarkan ketentuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), harusnya nilai jualnya minimal sama atau di atasnya NJOP," kata Trimo.
Apalagi, PWU bukan sekadar menjual tanah. Tapi, PWU juga menjual gedung berikut sejumlah alat yang masih bisa digunakan.
"Jadi seharusnya nilai jualnya di atas NJOP," lanjut Jaksa Trimo.
Trimo menegaskan penjualan aset yang dilakukan PT PWU itu menyalahi prosedur. Untuk memperkuat dugaan itu, kata Trimo, JPU bakal memanggil saksi dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Turkan merupakan satu dari lima saksi yang hadir dalam sidang dengan terdakwa mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan itu. Saat aset di Tulungagung dijual, Dahlan menjabat sebagai Direktur Utama PT PWU.
Empat saksi lain yaitu:
- Sugiono, Sekretaris Dinas Pendapatan Tulungagung
- Kuncoro, Lurah kampung Rejo, mantan sekretaris kelurahan Kenayan, Tulungagung
- Subianto, mantan Sekretaris Kelurahan Kenayan, Tulungagung
- Toni Suparwis, Lurah Kenayan
Selain Tulungagung, PWU juga menjual aset di Kediri. Pada 2003, PWU menjual aset bekas lahan pabrik minyak di Balowerti, Kediri, itu sebesar Rp17 miliar.
Menurut JPU Nyoman Sucitrawan, aset tersebut harusnya dijual dengan harga Rp22,4 miliar. Akibatnya, negara menjadi rugi dari jual beli yang tak sesuai prosedur tersebut.
JPU: Penjualan Aset di Kediri tak Sesuai NJOP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)