"Jadi, intinya harus melihat potensi ekonomi di daerah yang akan dilakukan pemekaran. Sebab, kalau prekonomiannya bagus, dampaknya terhadap sejumlah aspek itu juga akan bagus. Tapi kalau prekonomiannya buruk, maka dampaknya akan buruk," kata Teguh di Surabaya, Selasa 14 Maret 2017.
Menurut Teguh, pemekaran daerah bisa dilakukan jika perekonomian di daerah tersebut bagus. Sebab dengan adanya pemekaran daerah baru, kata Teguh, maka akan dibangun infrastruktur baru, lapangan pekerjaan baru, dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang baru.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Jadi yang harus dipertimbangkan adalah kekuatan ekonomi daerah untuk mensuport. Katakanlah Kabupaten Jember akan dilakukan pemekaran, kita lihat dulu PAD di Jember berapa, jumlah penduduknya, kemiskinan, pengangguran, SDA, SDM seperti apa. Intinya tergantung potensi ekonominya ada tidak," katanya.
Teguh khawatir dengan wacana pemekaran 10 daerah di Jatim menimbulkan permasalahan baru. Sebab, banyak daerah pemekaran yang akhirnya bermasalah dalam batas wilayah. Misalnya konflik tapal batas antara Agam dengan Bukitinggi di Sumatera Barat yang sudah 10 tahun belum selesai, kemudian Provinsi Riau dengan Sumatera Utara.
"Kemudian pemekaran di daerah Bengkulu. Potensi ekonominya berpusat di Ibu Kota, bukan di daerah pemekaran. Akibatnya akan berdampak pada kemiskinan, dan lainnya. Jadi intinya harus melihat, mengkaji berbagai aspek sebelum melakukan pemekaran," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)