Hingga berita ini dimuat, Rabu 30 September, karangan bunga dan ucapan duka cita masih tampak di depan rumah Salim. Aktivis, kolega, kerabat, dan tetangga pun masih berdatangan. Mereka berdoa untuk Salim. Mereka juga meminta keluarga tabah menghadapi kenyataan tersebut.
Jiah mengatakan, suaminya hanya seorang petani. Saat lahannya tak bisa digarap karena aktivitas penambangan, Salim hanya ingin mempertahankan mata pencahariannya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Dia bertani. Biasanya mengerjakan sawah. Tapi sekarang sawahnya tak bisa digarap," kata Jiah saat ditemui di rumahnya.
Sejak tak bisa menggarap sawah, Salim melakukan apapun untuk kebutuhan makan sehari-hari. Siang hari, Salim mencari rumput. Malamnya, ia mencari ikan di laut. Lalu Salim menjual ikan-ikan tangkapannya di pasar.
"Usahanya enggak pasti. Yang penting bisa buat makan," kata Jiah yang memiliki tiga anak dan tiga cucu.
Peristiwa penganiayaan itu bermula saat sekelompok orang menjemput Salim dan Tosan sekira pukul 08.00 WIB, 26 September 2015. Diduga, keduanya dijemput karena lantang menolak aktivitas penambangan pasir di Desa Selok Awar-awar.
"Salim Kancil tewas dibantai dengan cara sadis oleh gerombolan orang yang pro dengan penambangan pasir," kata Tim Investigasi KontraS, Fatkhul Khoir, kepada Metrotvnews.com kemarin.
Sementara Tosan mengalami luka parah. Dari pantauan Metrotv, rumah Tosan sepi. Garis polisi melintang di halaman rumah.
Seluruh keluarga Tosan kini berada di Malang. Mereka mendampingi Tosan yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Dokter Saiful Anwar Malang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)