Aksi yang diikuti berbagai kalangan seperti pemerhati sejarah, budayawan, seniman, politisi, serta akademisi ini dipimpin langsung Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo.
Dalam orasinya, Bambang mengaku kecewa terhadap Pemkot Surabaya yang dinilai lengah menjaga dan mengawasi rumah bekas stasiun radio Bung Tomo di Jalan Mawar nomor 10, Surabaya. Padahal, kata dia, Pemkot Surabaya telah menjadikan bangunan tersebut sebagai Bangunan Cagar Budaya Tipe B berdasarkan SK Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/004/402.1.04/1998.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Pembongkaran bangunan bersejarah itu adalah bentuk pengkhianatan pada nilai perjuangan bangsa Indonesia," kata Bambang, Senin (9/5/2016).
Menurut Bambang, siapapun yang membongkar bangunan sejarah serta mencoba menghilangkan nilai-nilai perjuangan adalah mengkhianati nilai perjuangan pahlawan dan bangsa.
"Jadi tidak ada alasan bangunan cagar budaya dirobohkan," katanya.
Pada Selasa, 3 Mei, bangunan cagar budaya bekas stasiun Radio tempat Bung Tomo menyiarkan perjuangan rakyat Surabaya melawan sekutu atau penjajah Belanda, telah dibongkar dan kini rata dengan tanah.
Rumah di Jalan Mawar No. 10, Surabaya, itu sudah dijual pemiliknya, Hurin (anak Amin, pemilik rumah tersebut), kepada swasta untuk perluasan plaza kecantikan yang berada persis di sebelah bangunan tersebut.
Saat ini, bangunan dengan lahan seluas 15x30 meter itu hanya menyisakan puing-puing bangunan seperti kayu dan batu bata. Hanya tanaman hijau yang tampak dan belum ditebang di depan rumah era kolonial Belanda pada 1927 silam itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(MEL)