Soedjati Koesumo, budayawan yang pernah berpidato di depan anggota dan tokoh sentral Gafatar, MTVN - Miski
Soedjati Koesumo, budayawan yang pernah berpidato di depan anggota dan tokoh sentral Gafatar, MTVN - Miski (Miski)

Budayawan: Anggota Gafatar Tunduk pada Tokoh Sentral

gafatar
Miski • 13 Januari 2016 12:53
medcom.id, Malang: Anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) memiliki kerukunan sosial sangat solid. Para anggota pun tunduk pada tokoh sentral organisasi. Demikian kesan yang muncul dari Soedjati Koesumo, budayawan asal Kota Malang, Jawa Timur.
 
Soedjati mengaku mendapat kesan itu setelah dirinya berpidato di depan anggota Gafatar dua tahun lalu di sebuah hotel di Surabaya, Jawa Timur. Acara itu dihadiri 700 orang. Satu di antaranya yaitu tokoh sentral Gafatar, Mesias.
 
Dalam pertemuan tersebut, Soedjati berpidato soal kebangsaan, Negara Kesatuan RI, dan Pancasila. Soedjati bahkan menyarankan Gafatar menggandeng instansi pemerintah dan militer dalam menjalankan kegiatan sosialnya.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Djati Koesumo, sapaan akrabnya, mengatakan Gafatar memiliki program sosial positif terhadap masyarakat. Organisasi itu melaksanakan Trisakti Bung Karno. 
 
Tapi Gafatar memperkecil ruang lingkup Trisakti Bung Karno. Pertama, manusia harus memiliki kemerdekaan berpikir. Kedua, manusia harus berdikari secara ekonomi, kemandirian, dan kesadaran.
 
"Ketiga, menguatkan pelajaran di rumah, mereka menilai pendidikan formal hanya formalitas mengejar satu kertas," kata Djati mengisahkan pengalamannya dengan anggota Gafatar.
 
Djati pun pernah memenuhi undangan di sebuah acara di Gafatar di Jakarta. "Anggota Gafatar juga pernah melangsungkan  bakti sosial di padepokan saya (Padepokan Puri Agung Singhasari). Secara kemandirian saya acungi jempol," kata Djati ketika ditemui di kediamannya di Desa Gunungrejo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Rabu (13/1/2016).
 
Selama hadir di acara Gafatar, anggota DPR RI periode 1992-1997 itu tak pernah membicarakan soal agama dan aliran tertentu dengan organisasi tersebut. "Tapi mereka sangat tunduk dan mengagungkan tokoh sentral," kata Djati.
 
Tapi kecurigaan mulai muncul di benak Djati. Sebab perekrutan anggotanya berlangsung secara sembunyi. Djati pun menduga sebuah kepentingan muncul di balik kelahiran Gafatar.
 
Djati mengaku pernah ditawarkan menjadi anggota Gafatar. Namun ia tak berminat.
 
"Saya hadir dan mau bicara soal kebangsaan karena saya tertarik dengan misi sosialnya. Kalaupun dilarang saat ini jangan sampai dimanfaatkan kepentingan pemangku kekuasaan," papar dia.
 
Sebelumnya Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada (UGM), M Faried Cahyono, mengatakan Gafatar melarang pengikutnya menjalankan ibadah salat lima waktu dan puasa Ramadan. Lantaran itu, beberapa waktu lalu Majelis Ulama Indonesia membubarkan organisasi tersebut.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(RRN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif