Menurut informasi yang dihimpun Metrotvnews.com, anak-anak para korban dan tersangka tersebut malu ikut belajar mengajar di sekolahnya.
"Mereka malu dan takut pergi ke sekolah sejak terjadi pembantaian di Lumajang itu," kata Koordinator Tim Advokasi Laskar Hijau, A'ak Abdullah AL Kudus, dihubungi di Surabaya, Kamis (8/10/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
A'ak mengatakan, informasi tersebut diterima dari istri Salim Kancil, Tijah yang mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Menurut A'ak, pascapenangkapan sejumlah pelaku pembantaian hingga ditetapkan sebagai tersangka, berdampak bagi kehidupan sejumlah warga di Desa Selok Awar-Awar. Pasalnya, keluarga para pelaku merupakan warga yang tinggal satu desa dengan korban.
"Apa yang menimpa anak-anak keluarga korban dan pelaku, harus menjadi perhatian khusus untuk pendidikan anak-anak," harapnya.
Tijah, kata A'ak, menyatakan apapun yang terjadi, anak-anak itu harus tetap sekolah. "Bu Tijah menyatakan anak-anak itu harus tetap sekolah. Toh yang bersalah orang tuanya. Mereka tidak perlu takut dan merasa bersalah hingga tidak mau pergi ke sekolah," kata A'ak kagum dengan sikap bijak istri almarhum Salim Kancil itu.
Kepolisian Daerah Jatim menetapkan 37 tersangka terkait kasus tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-Awar. Rincinya, kasus tindak pidana umum pembunuhan dan pengeroyokkan korban Salim Kancil dan Tosan ada 24 orang dan 13 orang kasus pidana soal tambang pasir ilegal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)