Dalam surat itu, Makmun menyatakan keberadaan Komisi Informasi tak harus ada di setiap daerah. "Jadi, buat apa ada KI (Komisi Informasi) kalau prosesnya cacat hukum. Apalagi membutuhkan dana ratusan juta rupiah untuk membentuknya. Lebih baik dibubarkan saja," kata Abdurrahman, Senin (26/10/2015).
Politisi Partai Demokrat ini juga mempertanyakan langkah bupati membentuk tim seleksi anggota Komisi Informasi yang menelan biaya tinggi. "Ini salah satu bukti ketidakpekaan bupati," ujar dia.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Anggota Komisi A DPRD Bangkalan, Fadhurrosi, menilai bupati tidak konsisten menyikapi keberadaan Komisi Informasi. Buktinya, kata dia, di satu sisi menyatakan Komisi Informasi tidak penting, tapi di sisi lain justru melantik anggota Komisi Informasi yang dinilai tidak sesuai rekomendasi pansus DPRD.
"Jika karena permasalahan ini kemudian masyarakat menganggap Bangkalan tidak harmonis dan tidak kondusif, itu bukan kami yang memulai. Bupati yang menghendaki keadaan seperti ini," kata wakil ketua Badan Kehormatan DPRD ini.
Surat bernomor 130.1/3686/433.041/2015 yang dikirimkan bupati ke pimpinan DPRD Bangkalan menjelaskan mekanisme pelantikan Anggota Komisi Informasi Kabupaten Bangkalan periode 2015-2019.
Bupati Bangkalan menyatakan, sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Komisi Informasi Pusat, secara kelembagaan keberadaan Komisi Informasi tidak wajib ada. Sehingga, secara hukum tidak memenuhi syarat untuk diajukan hak interpelasi atas dirinya.
Sebelumnya, sebanyak 18 anggota DPRD Bangkalan mengajukan hak interpelasi kepada bupati. Langkah itu diambil karena bupati dianggap tidak mengindahkan rekomendasi DPRD dengan tidak melantik satu dari lima Komisioner Komisi Informasi terpilih. Bupati justru menggantikannya dengan peserta seleksi lain yang berada pada peringkat ketujuh proses uji kepatutan dan kelayakan Panitia Khusus DPRD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)