Ahmad, 32, warga Sidoarjo, Jatim, mengaku baru mendapat informasi soal program itu. Ia juga mengatakan tak pernah tahu syarat untuk mengikuti program itu.
"Saya malah baru tahu sekarang ada program transmigrasi, syarat-syaratnya saya juga tidak tahu. Saya pertimbangkan dulu," kata pria yang baru empat bulan berada di Kalimantan Barat sebelum dipulangkan kembali ke Jatim itu.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Banyak hal yang menjadi pertimbangan Ahmad bila mengikuti program tersebut. Selama di Kalbar, Ahmad mengaku menggarap lahan pertanian secara berkelompok dengan warga lain.
"Kalau saya kembali ke Kalimantan (ikut program transmigrasi), lalu saya bertani dengan siapa? Tidak mungkin saya bertani sendirian mengurus lahan sendirian. Kemudian apa iya kami bisa diterima oleh warga Kalbar kalau saya kembali?" tanya Ahmad.
Lain halnya dengan Muji Jani, 43. Warga asal Lebak Rejo, Surabaya, itu mengaku sudah pernah mendengar soal program tersebut. Ia mengatakan harus menunggu lama untuk berangkat ke daerah tujuan transmigrasi. Ia juga tak memiliki modal untuk bertani di daerah baru.
"Katakanlah saya ikut program transmigrasi dari pemerintah, apa iya saya bisa kembali ke Mempawah, Kalbar? Yang saya tahu kalau ikut program pemerintah, lokasi tempat transmigrasi tidak seperti yang kita harapkan. Harus ada 'uang suap' agar tempat transmigrasi yang kita inginkan terpenuhi," kata bapak dua anak itu.
Sementara Parwanto, 33, warga asal Tanggul, Kabupaten Trenggalek, tak masalah bila harus kembali mengadu nasib di Kalimantan sebagai transmigran. Tapi yang ia pikirkan adalah tempat tinggal setelah pulang ke Trenggalek. Parwanto mengaku tidak memiliki tempat tinggal atau kerabat di kabupaten tersebut.
"Kalaupun kami ikut transmigrasi, selama kami menunggu daftar antrian transmigrasi lalu kami tinggal di mana?" katanya.
Bapak satu anak itu mengakui program transmigrasi merupakan solusi tepat untuk bertahan hidup. Tapi ia khawatir mendapat kesulitan saat mengajukan persyaratan transmigrasi.
Ahmad, Muji, dan Parwanto mengaku hidup makmur saat merantau di Kalimantan. Mereka mengaku baru bergabung dengan kelompok Gafatar. Mereka menegaskan Gafatar tak sesat.
"Justru kami bahagia, hidup sejahtera dengan penuh kebersamaan, kok malah dipulangkan secara paksa oleh pemerintah," kata Ahmad ditemui di penampungan di Transito, Kota Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)