"Ada sembilan produk yang disita," kata Kepala BBPOM Medan Sacramento Tarigan, Jumat, 30 Maret 2018.
Menurut Sacramento, produk ilegal ini disita dari sebuah ruko di Jalan Pancing, Kelurahan Indra Kasih dan rumah tinggal yang difungsikan sebagai gudang penyimpanan barang di Jalan Brigjend Bejo/Cemara, Gang Delima, Medan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Perusahaan merupakan MLM perwakilan Malaysia. Jadi produk setengah jadi asal Malaysia ini dibawa ke Medan dalam aluminium foil lalu dikemas di Medan," urainya.
Bisnis obat tanpa izin edar ini telah berjalan sekitar 1 tahun terakhir. Obat yang telah dikemas lalu diedarkan ke seluruh daerah di Indonesia terutama Sumut, Kalimantan dan Jawa dengan cara MLM (multi level marketing) dan online.
"Bahannya ini dari Malaysia, di Medan hanya untuk pengemasan dengan produsen PT Penawar Legenda. Ini bisnis terselubung. Jadi tren obat herbal ini mereka manfaatkan untuk menjalankan bisnis ini" ujarnya.
Sacramento menjelaskan obat-obatan tersebut diklaim untuk mengobati nyeri sendi, rematik dan obat jantung. Akan tetapi obat-obatan ini diduga mengandung bahan kimia obat dan tidak memiliki izin edar.
"Jadi belum terevaluasi secara medis dan belum terjamin mutu serta manfaatnya sehingga bisa berbahaya pada masyarakat. Kita prediksi dia menggunakan bahan berbahaya. Ini sangat beresiko. Kalau memang obat-obatan ini aman, didaftarkan donk. Tapi ini tidak ada izin edar, padahal ini perusahaan besar," ucapnya.
Dia mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur dan percaya penjualan obat-obatan herbal yang tidak memiliki izin edar. Apalagi banyak obat-obat yang dijual secara online namun tidak terjamin mutunya.
"Ini tentunya bisa berbahaya bila dikonsumsi masyarakat. Jadi harus betul-betul waspada. Jangan pernah konsumsi produk yang tidak terdaftar. Masyarakat juga bisa melaporkan ke BBPOM bila ada penjualan obat yang tidak ada izin edarnya. Kami jamin identitas pelapor akan dirahasiakan," paparnya.
Selain menyita barang bukti obat, BBPOM juga menangkap pemilik usaha berinisial MD. Pelaku dijerat dengan Pasal 196 dan Pasal 197 UU RI Nomor 36 Tahun 2019 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
"Saat ini masih satu orang yang ditetapkan tersangka. Kasusnya masih dalam pengembangan. Tidak tertutup ada tersangka lainnya yang terlibat," ujar Sacramento.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ALB)