Pada 16 Februari 2018 masyarakat di desa tersebut menyatakan ada harimau jadi-jadian yang meresahkan. Warga yang resah kemudian mengejar satwa liar itu dan berakhir dengan kontak fisik.
"Harimau yang diburu melakukan perlawanan dan ada kontak fisik di sana. Ada warga yang dicakar harimau, satwa itu kemudian melarikan diri," ungkap Kepala BBKSDA Sumut Hotmauli Sianturi, dalam Newsline, Selasa, 6 Maret 2018.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Mendengar informasi tersebut, Hotmauli mengatakan keesokan harinya ia bersama Balai Taman Nasional Batang Gadis, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), dan Pemerintah Daerah datang memantau dan memberikan edukasi agar konflik antara satwa dan manusia tidak berkepanjangan.
Sayangnya, meskipun warga diberikan edukasi dan diimbau untuk membuat bunyi-bunyian keras untuk menghalau harimau, peristiwa pembantaian satwa dilindungi itu tetap terjadi.
"Bahkan bisa dibilang tim kami disandera, dimasukkan ke dalam rumah dan dipaksa membuat surat pernyataan bawa pemerintah tidak akan melakukan penuntutan apabila warga membunuh harimau," katanya.
Intimidasi warga kepada pemerintah terus berlangsung sampai dengan puncaknya pada 4 Maret lalu. BBKSDA dan pihak terkait lainnya bukan hanya diminta meninggalkan lokasi namun juga tidak diperkenankan untuk melakukan penanganan terhadap harimau yang sudah ditangkap warga.
Harimau yang sebelumnya sempat menghilang beberapa kali lalu muncul lagi ke permukiman warga itu kemudian menjadi bulan-bulanan kemarahan warga. Tak hanya digantung di sebuah balai, satwa liar itu juga ditombak berkali-kali bahkan ditembak mati.
Hotmauli menduga pembantaian terhadap harimau sumatera yang diabadikan melalui sejumlah gambar dan video itu bukan dilatarbelakangi pertahanan diri warga dari satwa liar, melainkan perburuan. Hal itu terbukti ketika pihaknya melakukan nekropsi terhadap bangkai hewan tersebut.
"Setelah dibedah, diukur semuanya dan diteliti bersama dengan dokter hewan ada bagian tubuh harimau yang hilang. Kuku, taring, dan kulit hewan ini hilang," katanya.
Hilangnya anggota tubuh harimau tersebut menurut Hotmauli jelas melanggar Undang-undang dan diduga memang diburu untuk kepentingan komersial. Celah inilah yang akan digunakan oleh Hotmauli untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan sindikat perdagangan organ satwa.
Meski begitu pihaknya memastikan tetap memberikan edukasi dan sosialiasi terhadap warga yang tinggal di sekitar hutan bagaimana penanganan yang bisa dilakukan saat bertemu hewan liar terutama harimau.
"Jangan buat gerakan tiba-tiba dan jangan mau konfrontasi dengan harimau. Karena harimau tidak menyukai dekat manusia. Biasanya pertahanan diri mereka muncul saat merasa terancam. Harimau tidak selalu memakan manusia, penyerangan hanya sifat alami perlindungan diri saja," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(MEL)