Wanita itu ditangkap lantaran menggungah tulisan di media sosial yang menyebutkan kalau tiga ledakan bom gereja di Kota Surabaya hanyalah pengalihan isu.
"Yang bersangkutan ditangkap dalam perkara dugaan pelanggaran tindak pidana ujaran kebencian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE," kata Kabid Humas Polda Sumut AKBP Tatan Dirsan Atmaja, Minggu 20 Mei 2018.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Tatan menyebutkan pascaserangan bom bunuh diri pada Minggu, 13 Mei 2018 di Surabaya, Himma menggungah tulisan yang menyebutkan kalau tiga ledakan bom gereja di Kota Surabaya hanyalah pengalihan isu. Status di akun facebook miliknya kemudian viral, sehingga mengundang perdebatan hangat warganet. Selain itu, postingannya diduga memuat ujaran kebencian.
"Skenario pengalihan yang sempurna. #2019GantiPresiden," tulis Himma Dewiyana di akun facebook miliknya. Setelah postingannya viral, Himma yang bergelar Magister ini pun langsung menutup akun facebooknya. Namun, postingannya terlanjur discreenshoot netizen dan dibagikan ke media daring.
"Motif pemilik akun facebook Himma Dewiyana, lantaran terbawa suasana dan emosi dengan maraknya perang tagar: #2019GantiPresiden. Dia juga merasa kecewa dengan pemerintah saat ini, yang menurutnya semua harga barang kebutuhan naik dan hal itu dinilai tidak sesuai janji pemerintah saat kampanye 2014 lalu," jelas Tatan.
Pelaku mengakui menulis status tersebut pada 12 Mei 2018 dan 13 Mei 2018 di rumahnya. Karena telah meresahkan masyarakat, akhirnya personel Cybercrime Polda Sumut yang melaporkan sendiri akun tersebut sehingga dugaan ujaran kebencian yang dilakukan oleh wanita kelahiran 1972 ini dapat diusut.
"Kini yang bersangkutan sedang diperiksa penyidik untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Penyidik telah memeriksa saksi dan menyita barang bukti berupa handphone Iphone 6S dan SIM card milik pelaku untuk kepentingan penyidikan," ujar Tatan.
Tatan menuturkan, polisi juga telah melakukan digital forensik terhadap handphone Himma dan mendalami motif lain terkait pemostingan ujaran kebencian yang dimaksud. Tatan mengimbau masyarakat agar tidak sembarangan memosting sesuatu di media sosial. Karena setiap postingan di media sosial memiliki pertanggung-jawaban hukum.
"Begitu dahsyatnya serangan bertubi-tubi dari kelompok teroris, malah di media sosial bertebaran postingan-postingan hoaks hingga mengundang ujaran kebencian. Pemosting ujaran kebencian dan hoaks ini ternyata bukan dari kalangan masyarakat bawah, tetapi justru masayarakat berpendidikan tinggi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ALB)
