Saat dilangsungkan saat listrik di ruang sidang padam. "Mohon maaf, karena mati lampu sidang tetap kita gelar. Karena kita tak tahu sampai kapan lampu hidup," kata majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handono, membuka persidangan.
Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun terpaksa menerangi berkas tuntutan yang mereka bacakan menggunakan cahaya ponsel. JPU meminta izin majelis hakim untuk hanya membacakan poin-poin penting tuntutan saja.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Baik majelis hakim, terdakwa Gatot, dan penasehat hukumnya setuju dengan permintaan Penuntut KPK. Saat berita ini disusun, persidangan masih berjalan.
Sayangnya, suara penuntut umum tidak terdengar jelas lantaran pengeras suara yang biasa dipakai saat persidangan mati.
Dalam kasus ini, bekas orang nomor satu di Sumut itu didakwa memberikan suap atau disebut uang ketok kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut dengan nilai total Rp61 miliar untuk tujuh item yang sedang dibahas di badan legislatif.
Di antaranya, perihal pembatalan hak interpelasi, persetujuan laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2012, 2013, 2014, Pengesahan P APBD tahun 2014 dan 2015, Pengesahan APBD tahun 2014, serta pengesahan laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2014.
Gatot didakwa telah melakukan perbuatan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Selain kasus itu, Gatot juga dibelit perkara tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos) dan hibah 2012-2013. Dia telah dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Gatot juga sudah dijatuhi hukuman dalam perkara penyuapan hakim PTUN Medan. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhinya hukuman tiga tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)