Baca: Gempa Pidie Jaya Berguncang Kuat di Sejumlah Daerah Ini
Nailul, 5, terlelap di ruang tengah rumahnya di Desa Rimblang, Kabupaten Pidie Jaya. Dini hari itu, sang ibu bangun seperti hari biasa. Kartini mengambil air wudhu di kamar mandi untuk salat Subuh.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Kartini mengucurkan air ke wajah, lengan, hingga membasuh kakinya. Belum lagi masuk ke kamar untuk melakukan salat Subuh, guncangan terasa.
"Saat itu, suami saya di kamar mandi dan anak saya masih tidur," kisah Kartini seperti ditulis Metrotvnews.com, Kamis (28/12/2016).

(Seorang ibu sambil menggendong bayinya berdiri di depan bangunan rumah yang ambruk akibat guncangan gempa di Pidie Jaya, MI - Amiruddin Abdullah Reubee)
Kartini berlari keluar rumah. Sang suami berada di luar. Tapi, putrinya yang masih berusia 5 tahun tak tampak.
Kartini panik. Kepanikan semakin bertambah saat mendengar suara tangis dari dalam rumah. Itu tangisan Nailul.
Kartini kembali masuk ke rumahnya. Ia melihat putrinya tergeletak. Kartini miris. Tubuh kecil Nailul tertimpa lemari berisi perabotan.
Dengan sekuat tenaga, Kartini memindahkan lemari. Ia berusaha agar putrinya selamat.
"Alhamdulillah, dia selamat," ungkap Kartini.
Rumah Kartini retak. Lantaran takut tertimpa reruntuhan, Kartini beserta keluarga pun memilih tinggal di posko pengungsian.
Kartini dan Nailul adalah korban yang selamat dari dampak guncangan gempa. Suami dan anak pertamanya pun selamat dari guncangan.
Posko Pengungsian Lebih Aman
Hingga tiga pekan setelah guncangan, Kartini beserta ribuan penduduk masih bertahan di pengungsian. Bukan tanpa alasan. Guncangan membuat banyak rumah hancur. Sehingga rumah tak bisa dihuni karena harus dibangun ulang.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 11.668 rumah di tiga kabupaten di Aceh rusak. Selain Pidie Jaya, kerusakan rumah juga terjadi di Kabupaten Pidie dan Kabupaten Bireun.
.jpg)
(Warga korban gempa di Pidie Jaya tinggal di tenda darurat, Ant - Irwansyah Putra)
Kerusakan rumah mengakibatkan lebih 82 ribu warga mengungsi. Mereka tersebar di 120 titik pengungsian di tiga kabupaten. Mereka lebih memilih bertahan hidup di pengungsian meski bencana itu terjadi tiga pekan lalu.
"Tak mengapa tidur beralas tikar, daripada tertimpa batu bata," ungkap Halimah.
Baca: Tiga Pekan Berlalu, Warga Korban Gempa masih Bertahan di Pengungsian
Halimah merupakan warga Desa Dyah Kleng, Kecamatan Mereudu. Rumahnya permanen dengan bahan dasar batu bata. Guncangan membuat rumahnya retak-retak.
Bukan hanya rumah, guncangan gempa juga mengakibatkan kerusakan pada bangunan fasilitas umum dan infrastruktur. Berikut data yang dirangkum dari BNPB:
Data kerusakan sesuai laporan BNPB: |
65 masjid |
160 meunasah atau bangunan seperti balai pertemuan |
357 rumah toko |
30 kantor pemerintahan |
139 sekolah |
11 pasar |
83 jembatan |
jalan sepanjang 88,5 Km |
Reruntuhan bangunan mengakibatkan lebih 100 warga meninggal. Sementara 800 orang lain terluka. Korban luka mendapat perawatan di rumah sakit. Satu di antaranya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cik Ditiro.
Baca: Korban Luka Gempa Pidie Jaya Dirawat di Lapangan Rumah Sakit
"Korban berasal dari segala usia, anak-anak hingga dewasa," ungkap Wakil Bupati Pidie Jaya Said Mulyadi.
* Tanggap Darurat
Bencana itu membuat Pemerintah Provinsi menetapkan masa tanggap darurat hingga dua pekan setelah gempa. Tepatnya, masa tanggap darurat berakhir pada 20 Desember 2016.
Selama masa itu, pemerintah, aparat, dan relawan bahu membahu mengevakuasi warga yang tewas akibat gempa. Beberapa instansi pun bekerja sama membangun posko pengungsian dan dapur umum.
Baca: Pidie Jaya Berstatus Tanggap Darurat
Beberapa layanan kesehatan dan sekolah darurat juga disediakan. Yang tak kalah penting, relawan menggelar aksi relaksasi untuk menghilangkan trauma pada anak-anak korvan gempa.
Pada 20 Desember, masa tanggap darurat dicabut. Pemerintah sepakat tak memperpanjang masa tersebut.
Status bumi Serambi Mekkah menjadi transisi darurat. Status itu berlaku mulai 21 Desember 2016 hingga 20 Maret 2017.

(Presiden Jokowi memberikan buku bacaan pada anak korban gempa di sebuah posko pengungsian di Pidie Jaya, MI - Ferdian Ananda)
Selama kurun waktu tiga bulan itu juga diharapkan pembangunan dalam rangka pemulihan pascabencana bisa rampung.
"Kebutuhan yang masih diperlukan adalah penyediaan prasarana sekolah, penyediaan air bersih dan MCK. Penanganan pengungsi yang masih berada di tenda-tenda pengungsian dan pembangunan infrastruktur fasilitas umum," ungkap Soedarmo.
Presiden Joko Widodo juga memerintahkan pemerintah segera merevitalisasi Aceh pascagempa. Bukan hanya itu, Presiden mendatangi warga korban gempa sebagai wujud kepedulian Kepala Negara pada rakyatnya.
Baca: Presiden Bagikan Kerudung untuk Pengungsi Gempa Pidie Jaya
Bukan Guncangan Penyebab Kematian
Menurut ahli gempa bumi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Wahyu Triyoso, bukan gempa yang menjadi pemicu ketakutan dan penyebab kematian. Tapi reruntuhan rumah yang 'memakan korban'.
Dalam rilis yang diterima Metrotvnews.com, Wahyu menyebutkan gempa di tiga kabupaten di Aceh itu terakhir kali terjadi pada era 1940-an. Dengan kata lain, siklusnya diprediksi berulang setiap 70 tahun.
"Jadi warga tak perlu kuatir gempa dengan guncangan besar akan kembali terjadi. Tapi gempa kecil mungkin saja tetap terjadi," ungkap Wahyu.
Wahyu menyarankan pemerintah dan warga mengantisipasi dampak gempa. Caranya mengecek ulang kondisi perumahan. Tentunya, ahli konstruksi perlu dilibatkan.

(Polisi membersihkan reruntuhan rumah di Desa Pante Raya, Pidie Jaya, Ant - Rahmad)
Yang perlu dicek, ungkap Wahyu, soal kondisi pondasi, ketegakan kolom, dan retakan pada bangunan. Jangan sampai pondasi untuk rumah berlantai satu malah digunakan untuk menopang lantai dua dan seterusnya.
"Beban itu harus dipikirkan untuk mampu menopang konstruksi," lanjut Wahyu.
Senada dengan Wahyu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan izin mendirikan bangunan yang tahan gempa perlu mendapat perhatian khusus. Apalagi, tanah Aceh berlokasi di daerah rawan gempa.
Baca: Penyebab Gempa Aceh Timbulkan Banyak Korban
Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Soedarmo menekankan, bukan hanya tugas pemerintah maupun BNPB yang bertanggung jawab mengurangi risiko bencana alias mitigasi. Masyarakat perlu mengetahui hal tersebut.
Soedarmo menilai komunitas peduli bencana perlu dibentuk. Komunitas tersebut bertugas menyosialisasikan teknik penanggulangan bencana ke masyarakat.
.jpg)
(Plt Gubernur Aceh berdoa memperingati peristiwa tsunami Aceh di Banda Aceh, Senin 26 Desember, Ant - Ampelsa)
"Paling penting, meningkatkan solidaritas untuk menangani bencana secara komprehensif," kata Soedarmo.
Baca: Plt Gubernur Aceh Minta Warga Peduli Penanganan Bencana
Masyarakat perlu mendapat pengetahuan soal tindakan saat gempa terjadi. Selain itu, masyarakat perlu mendapat informasi soal pembangunan rumah yang tahan gempa. Saat gempa mengguncang, konstruksi lebih runtuh dan potensi runtuh dapat diminimalisasi.
Rumah Nenek Moyang Lebih Tahan Gempa
Nenek moyang masyarakat Aceh sebenarnya sudah mengenal konstruksi rumah yang tahan gempa. Budayawan Aceh Tamizi mengingatkan kembali budaya nenek moyang yang hampir terlupakan itu.
Menurut Tarmizi, masyarakat Aceh di zaman dulu membangun rumah sesuai dengan kondisi lahannya. Bukan tak mungkin bila masyarakat Aceh di era modern membangun kembali rumah tersebut.

(Rumah adat Aceh, wikipedia)
Baca: Belajar dari Budaya Aceh tentang Rumah Tahan Gempa
"Rumah adat Aceh itu dibuat sesuai keadaan alam di Aceh sebenarnya," kata Tamizi.
Rumah tradisional Aceh, ungkap Tarmizi, layaknya bangunan panggung. Rumah dengan konstruksi bangunan tinggi itu cukup kokoh dan 'bersahabat' dengan gempa.
"Ini bisa dilihat dari naskah-naskah kuno yang menceritakan waktu gempa dan bencana alam di Aceh," kata dia.
Selain itu, masyarakat zaman dulu tak menggunakan banyak paku. Saat guncangan terjadi, rumah akan beradaptasi dengan goyangan.
Seiring perkembangan zaman, masyarakat mulai meninggalkan kayu sebagai bahan dasar konstruksi. Rumah modern lebih menggunakan bahan berupa bata dan semen.
"Jadi tak ada lagi kayu. Kalaupun ada, tak sesehat dan sekokoh zaman dulu," ungkap Tarmizi.
Lihat video:
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)