"Saya terima dari Ali Nafiah (bendahara DPRD Sumut). Kata Pak Ali, uang itu sebagai uang (imbalan) pengesahan APBD 2014. Karena semua menerima (uang), makanya saya terima juga. Ya, itu rezeki saya," ucap Evi saat menjadi saksi kasus dugaan suap Rp61 miliar, dengan terdakwa Gatot Pujo Nugroho, di ruang Cakra 1 Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Medan, Kamis (12/1/2017).
Evi dihadirkan sebagai saksi oleh Penuntut Umum KPK. Datang mengenakan kerudung hitam, istri Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi, ini mengatakan menerima dana suap bertahap. Yakni, pada akhir 2013 Rp12,5 Juta, pada 2014 Rp15 juta dan Rp50 juta, serta pada 2015 Rp50 juta.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Jadi, pengesahan APBD dahulu baru saya terima uangnya. Saat itu juga tak ada tanda terimanya. Tapi di penyidikan, uangnya semua sudah saya kembalikan ke KPK," kata dia.
Ditanya kenapa tetap menerima uang, Evi mengaku tidak mengetahui prosedur pengesahan APBD karena jarang masuk kantor. Mendengar jawaban ini, hakim langsung menegur.
"Tak ikut rapat, tapi menerima uang. Anda terima saja uangnya? Apa tak pernah ngantor ya?," kata hakim anggota. Mendengar pertanyaan itu, Evi hanya terdiam.
Evi mengaku tahu kalau uang suap itu berasal dari Gatot. "Uangnya dari Pemprov Sumut. Menurut saya sumber uangnya dari terdakwa (Gatot)," kata Evi.
Dalam persidangan, KPK juga menghadirkan lima saksi, yakni Anggota DPRD Sumut Fraksi Partai PPP Yulizar Parlugutan dan Ali Jabbat Napitupulu, Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Hanura Aduhot Simamora, Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Golkar Muchrid Nasution, dan Dewan Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi, Ardi Mulyo.
Gatot terjerat kasus suap senilai Rp61 miliar untuk bisa memuluskan pengesahan APBD 2014 Sumut. Uang itu dibagi-bagikan ke sejumlah anggota DPRD Sumut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)