Sekretaris LAPK Padian Adi Siregar mengatakan kenaikan tarif air PDAM Tirtanadi cacat hukum karena tidak mengikuti proses dan tahapan yang diatur dalam Undang-undang Administrasi Pemerintahan maupun Perda Nomor 10 Tahun 2009.
"Gubernur Sumut dianggap tidak berhati-hati menandatangi SK Gubernur Nomor 188.44/732/KPTS/2016 yang tidak memastikan apakah telah melalui konsultasi publik baik dengan pelanggan Tirtanadi maupun Komisi C DPRD Sumatera Utara," jelas Padian.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurut Padian, penggugat dirugikan dengan tidak dilakukannya rapat konsultasi sebelum menerbitkan SK Gubernur terkait kenaikan tarif air minum.
"Karena dianggap ikut menyetujui kenaikan tarif, padahal PDAM Tirtanadi atau Gubernur Sumut sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan Komisi C untuk membahas kenaikan tarif, malah justru yang terjadi SK Gubernur sudah ada dan tiba-tiba tarif sudah naik," ucapnya.
Dia menilai Gubernur Sumut arogan karena tidak mematuhi rekomendasi Ombudsman Sumut dan Komisi C DPRD Sumut agar mencabut SK Gubernur Nomor 188.44/732/KPTS/2016.
"Baik Ombudsman Sumut maupun Kemendagri merekomendasikan PDAM Tirtanadi dan Gubsu harus mengikuti Pasal 75 Perda Nomor 10 Tahun 2009 yang mengharuskan sebelum SK ditandatangi Gubernur Sumut harus dilakukan rapat konsultasi," terangnya sambil berharap majelis hakim PTUN Medan mengabulkan gugatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)