Tindakan warga yang beraktivitas di ladang mereka, tepatnya di Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat, Karo, itu hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Siti Beru Ginting, 70, warga, mengaku rutin memasuki Desa Gamber yang termasuk zona merah Gunung Sinabung. Setiap harinya, Siti bersama beberapa warga lain masuk ke desa itu untuk mengelola ladang.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Memang kami rutin masuk kembali ke Desa Gamber setiap hari. Tapi, itu juga karena terpaksa," katanya, Senin (23/5/2016) saat ditemui di RSUP H. Adam Malik Medan.
Siti yang merupakan istri dari Cahaya Sembiring Meliala, 75, salah satu korban luka bakar saat peristiwa itu terjadi, menjelaskan mereka terpaksa kembali mengolah kebun kopinya di Desa Gamber. Sebab, bantuan yang disediakan pemerintah menurutnya tidak mencukupi.
"Kami hanya dapat bantuan untuk makan. Itu masih kurang karena kami harus membiayai sekolah anak dan kebutuhan lainnya. Jadi, mau nggak mau kebun harus dimanfaatkan lagi walau berada di zona merah," kata dia.

Antara/Irsan Mulyadi
Memasuki zona bahaya Gunung Sinabung, kata Siti, sudah umum dilakukan warga desa itu. Padahal, mereka telah lama direlokasi lantaran Desa Gamber termasuk salah satu desa yang terkena guguran awan panas karena berada pada radius 4 kilometer di sisi tenggara dari puncak kawah Gunung Sinabung.
"Kalau siang kami memang ke desa. Tapi malamnya kami kembali mengungsi di tempat keluarga," katanya.
Saat peristiwa awan panas itu, Siti mengaku sedang berada di Desa Gamber bersama suami dan beberapa warga lain yang menjadi korban. Namun, nahas bagi suaminya, tak sempat menyelamatkan diri sehingga terkena guguran awan panas Sinabung.

Antara/Irsan Mulyadi
"Memang pemberitahuan sudah diberikan sebelum awan panas menerpa. Saya sempat lari menyelamatkan diri dengan menggunakan mobil evakuasi. Saya sudah sempat naik. Tetapi suami saya memanggil warga lainnya dulu untuk evakuasi, sehingga dia juga jadi korban," ucapnya sedih.
Pengakuan yang sama juga disampaikan Rusni Beru Sitepu, salah satu keluarga Cahaya Beru Tarigan, 45, yang turut menjadi korban. Menurutnya, bantuan dari pemerintah sudah enam bulan terakhir tak pernah diterima warga lagi. Sehingga sebagian warga nekat memasuki zona merah dan mengelola ladangnya.
"Sebagian warga memilih bertahan karena alasan ekonomi. Apalagi warga Desa Gamber sudah enam bulan terakhir tak menerima bantuan dari pemerintah. Bagaimana kami membiayai hidup dan kebutuhan anak-anak. Makanya warga nekat kembali masuk ke desa itu," bebernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)