Gatot yang menjadi tersangka dalam kasus itu, harus berbagi tempat dengan tujuh narapidana dari berbagai kasus pidana umum.
"Benar, sejak tadi malam, Gatot mulai menempati sel di Lapas Tanjung Gusta Medan. Dia satu sel dengan napi kasus pidum (pidana umum). Tidak ada pejabat," kata Humas Kanwil KemenKumham Sumut, Josua Ginting, Rabu (20/7/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Josua mengatakan Gatot yang juga terjerat berbagai kasus korupsi itu harus berimpitan dengan napi lain di sel itu. Pasalnya, kondisi Lapas Klas 1 Tanjung Gusta Medan sudah melebihi kapasitas. Karena itu, ruangan sel yang harusnya dihuni maksimal lima orang, menjadi delapan orang.
"Blok itu harusnya dihuni lima orang. Dengan masuknya Gatot, jadi ruangan itu terpaksa dihuni delapan orang. Karena lapas sudah over kapasitas. Harusnya kapasitasnya 1.000 orang, tapi saat ini ada lebih dari 3.000 warga binaan. Jadi, setiap sel terpaksa diisi lebih dari lima orang," ucapnya.
Meski Gatot pernah menjadi orang nomor satu di Sumut, menurut Josua, tidak akan ada perlakuan khusus. Gatot tentunya harus menyesuaikan diri dan mengikuti tata tertib sebagaimana warga binaan lainnya.
"Tidak diistimewakan. Artinya, siapa yang di dalam itu harus mengikuti tata tertib. Tak ada aturan yang melarang dia dijenguk. Tapi, untuk saat ini memang belum ada yang jenguk Gatot," bebernya.
Kejaksaan Agung melimpahkan perkara Gatot ke Kejaksaan Negeri Medan. Gatot ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Sumatera Utara, Eddy Syofian, dalam kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial (bansos) Sumut tahun anggaran 2012-2013.
Gatot tiba di Kejari Medan pada Selasa 19 Juli pukul 21.50 WIB setelah menempuh perjalanan dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Begitu sampai di Kejari Medan, Gatot langsung dibawa ke lantai II ruangan penyidik Pidana Khusus untuk pemberkasan.
Saat diperiksa, ada enam pertanyaan yang ditanyakan penyidik, terutama mengenai kesehatan dia. Sebelum diboyong ke lapas, Gatot sempat bertemu dan berbincang dengan istri dan anaknya sekitar 10 menit.
Dalam kasus ini, Kasi Penkum Kejati Sumut, Bobbi Sandri mengatakan ditemukan adanya potensi kerugian negara sebesar Rp1,6 miliar dari total anggaran Rp2,1 triliun. Gatot diduga tidak menunjuk SKPD untuk mengevaluasi proses penganggaran hibah dan bansos.
Sedangkan Eddy Sofyan terlibat pencairan atau pembayaran dana hibah dan memverifikasi data atau dokumen yang tidak memenuhi syarat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)