"Di negeri yang belum lama keluar dari Orde Baru ini, ancaman-ancaman terhadap institusi demokratis seperti pers semestinya dikubur dalam-dalam," kata Ketua IJTI Sumatera Utara Eddy Iriawan kepada Metrotvnews.com, Kamis (4/2/2016).
Kolonel Maulana Ridwan meminta sejumlah media tak lagi menyiarkan berita terkait kekerasan yang melibatkan ormas PP dan IPK di Medan, pada Sabtu 30 Januari 2016. Bahkan Ridwan sempat mengancam dengan nada tinggi jika permintaannya itu tak diindahkan. Pernyataan itu ia lontarkan usai mediasi perdamaian PP dan IPK di Markas Polresta Medan, Selasa 2 Februari lalu.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Kalau kalian sampai mengulang-ulang lagi, kamu hadapan dengan saya. Ini benar," kata Kolonel Maulana Ridwan kepada sejumlah wartawan, di Markas Polresta Medan, Sumatera Utara, Selasa (2/2/2016).
Menanggapi hal ini, Eddy Iriawan mengatakan pernyataan Dandim itu sudah melanggar Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentan Pers. "Dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang Undang Pers sudah sangat jelas bahwa terhadap Pers Nasional tidak boleh ada pelarangan penyiaran," kata Eddy.
Eddy melanjutkan, jika ada pihak yang menilai pers sudah bertindak tirani atau merugikan orang lain dalam menyiarkan berita, silakan melapor ke Dewan Pers. Selanjutnya, media memiliki hak jawab atas laporan itu.
"Jadi keberadaan Undang Undang Pers tidak hanya untuk menjamin kemerdekaan kehidupan pers, namun juga dibarengi dengan rambu-rambu agar pers tidak merugikan pihak lain," ujar dia.
Eddy mengaku pihaknya akan melaporkan hal ini kepada TNI dan DPR RI. Mereka akan menanyakan motif ancaman secara verbal yang ditujukan kepada sejumlah media itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(TTD)