"Banyak pertanyaan yang tidak terjawab. Disertasinya juga perdata tentang abritrase. Sedangkan di sini (sidang Buni Yani) diposisikan sebagai ahli pidana. Saat menjawab pertanyaan seperti orang-orang umum saja," kata Aldwin Rahadian, kuasa hukum terdakwa Buni Yani di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan, Jalan Seram, Bandung, Jawa Barat, Selasa 8 Agustus 2017.
Namun, Aldwin mengaku menghargai proses persidangan dan seluruh kesaksian dari ahli pidana. Semuanya ia kembalikan kepada penilaian majelis hakim.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Biarkan hakim yang menilai, bagaimana seorang ahli itu bisa diajukan jaksa," bebernya.
Aldwin juga menyayangkan ketidakhadiran Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ini. Menurutnya, seharusnya Ahok mengikuti aturan dengan datang dan mengikuti proses persidangan.
"Harus ada equal treatment, perlakuan yang sama seperti perkara-perkara lain. Harusnya bisa dipaksa hadir," tegasnya.
(Baca: Ahok tak Hadiri Sidang Buni Yani)
Menurut Aldwin, pihaknya berencana mempertanyakan apakah mantan Gubernur Provinsi DKI Jakarta itu mengetahui secara detail persoalan Buni Yani. "Menurut saya, sebagai saksi fakta, Ahok kemungkinan tidak tahu apa-apa tentang Buni Yani," pungkasnya.
Buni Yani menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa 13 Juni 2017. Buni Yani adalah terdakwa kasus pencemaran nama baik setelah mengunggah video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Diduga, video yang diungah Buni Yani itu mengandung isu SARA sehingga berujung pada ujaran kebencian. Buni Yani disangkakan dengan Pasal 28 ayat 2 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara atau denda kurang lebih Rp1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(NIN)