Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah DIY Arief Noor Hartanto ragu kebijakan tersebut bisa menekan jumlah sampah plastik di Yogyakarta secara signifikan. Menurutnya, kebiasaan warga Yogyakarta yang sebagian besar masih cuek pada penggunaan plastik harus diperbaiki dulu. Baru kemudian menerapkan kebijakan plastik berbayar.
"Kebiasaan warga Yogyakarta sedikit-sedikit membungkus makanan dengan plastik. Kalau peraturan itu sudah ditetapkan tapi kebiasaan belum berubah, saya ragu bisa mengurangi sampah plastik secara signifikan," kata dia kepada Metrotvnews.com, di SMKN 6 Yogyakarta, Jumat (5/2/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ia mengkritik pemda yang selama ini belum serius mengatasi masalah sampah di tempat pembuangan akhir. Sampah warga yang sudah dipilah antara sampah organik dan anorganik dijadikan satu di tempat pembuangan akhir.
Selain itu, kata dia, pemerintah dan produsen juga harus mau menghemat sampah plastik sebelum menginstruksikan masyarakat. "Kalau mau mengurangi sampah plastik harus komitmen bareng-bareng dari pemerintah, masyarkat, dan produsen plastik. Misalnya membuat tas belanja yang tak berbahan plastik. Jangan hanya masyarakat yang dibebani," kata dia.
Ketidaksetujuan pada plastik berbayar disuarakan Anggota Komisi C, Chang Wendyanto. Menurutnya, kebijakan plastik berbayar terlalu dini diterapkan saat masyarakat belum sadar pentingnya berdiet sampah plastik.
"Lebih baik pemerintah mengatur bagaimana pembuangan dan penguraian sampah plastik itu. Termasuk bahan-bahan pembuat kantong plastik dan pembatasan pembuatannya," jelas dia.
Waktu sosialisasi program plastik berbayar yang terlalu singkat, menurutnya, akan membuat warga yang tidak mengerti akan protes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)