"Mereka juga terhimpit hutang, untuk memenuhi setoran bulanan pada bank mereka tidak memiliki usaha lainnya. Sehingga mereka akan menempuh resiko tertangkap petugas di laut," kata Rudi saat dihubungi Medcom.id, Selasa, 16 Januari 2018.
Untuk mengantisipasi razia laut, mereka tidak akan melaut ke wilayah yang lebih jauh. Mereka hanya melaut di Laut Jawa. Sebab, nelayan menggantungkan modal usaha pembuatan kapal perikanannya khususnya di kapal cantrang dari pinjaman bank.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
(Baca: Nelayan Cantrang Yakin Presiden Persilakan Mereka Melaut)
Para pemilik harus mengangsur kredit di sejumlah bank antara Rp30-40 juta, dengan bunga 1 persen selama jangka waktu 3-4 tahun. Sertifikat rumah mereka menjadi agunan dan terancam disita bila terkena kredit macet.
"Jadi kalau mereka terpaksa tertangkap di laut mungkin mereka akan menyerahkan kapal mereka dan melepaskan diri dari bank dengan alasan kapal mereka di sita petugas,” katanya.
Salah satu ABK Kapal Cantrang, Drajat, membenarkan hal ini dilakukan rekan nelayan di wilayahnya. Namun warga Pesantunan Brebes ini memilih tak melewati batas. Ia mengaku tidak berani melaut tanpa mendapat ijin melaut dari pihak terkait.
"Saya trauma, karena pernah tertangkap saat melaut di pulau Bangka. Saya disekap sama petugas selama 22 hari. Selain itu juga takut kapalnya dibakar oleh massa kalau tertangkap warga nelayan daerah lain," katanya.
Hingga saat ini ia masih menunggu keputusan pemerintah agar bisa kembali melegalkan kapal Cantrang. Sudah puluhan tahun ia menyandarkan ekonomi keluarga dari hasil menangkap ikan sebagai ABK Kapal Cantrang.
Di Brebes, sebanyak 250 kapal nelayan menggunakan cantrang untuk menangkap ikan. Jumlah paling banyak ditemukan di Desa Kluwut, Kecamatan Bulukamba.
(Baca: Presiden Cari Solusi Soal Penggunaan Cantrang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)