Sri mengaku, bertemu kembali dengan Syait Asyam di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta setelah putranya itu mengikuti diksar The Great Camping (TGC) Mapala Unisi Universitas Islam Indonesia (UII). "Saya diberi tahu teman Syait, kalau ia masuk rumah sakit. Padahal, ia berangkat dalam keadaan sehat," tuturnya di Pengadilan Negeri Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu 5 Juli 2017.
Saat JPU menanyakan kondisi Syait Asyam saat itu, Sri lagi-lagi tak kuasa menahan tangis. Ia mengungkapkan, kondisi putranya sangat memprihatinkan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Saat itu, Syait mengenakan selimut separuh badan, mengenakan kaos, dan diapers," ujar Sri.
Syait mengenakan diapers lantaran terus mengeluarkan feses. Sri juga menemukan adanya beberapa luka di tubuh putranya.
"Ada luka di tangan dan kaki, pinggang lebam, wajah luka, kuku kaki lepas. Nafas anak saya juga sudah susah," kata dia.
Padahal, lanjut Sri, anaknya tidak pernah memiliki penyakit berat. "Paling kalau sakit hanya masuk angin, kecapekan, dan amandel," jelasnya.
Sri menuturkan, sebelum meninggal, Syait sempat menceritakan pada ibunya bahwa Wahyudi berkali-kali melakukan penganiayaan padanya dengan memukul, menampar, dan menginjak-injak.
JPU kemudian menanyakan surat pernyataan sebelum Syait berangkat diksar. Namun, Sri mengaku hanya mengizinkan anaknya untuk naik gunung.
"Kalau tahu sampai ada pemukulan seperti ini tentu saya tidak izinkan," lanjut Sri.
(Baca: Tewas Usai Berkemah)
Sri tak bisa menyembunyikan raut sedih saat JPU membacakan Visum et Repertum (VeR) dari RS Bethesda atas permintaan majelis hakim. Berdasarkan keterangan VeR, Syait mengalami luka pada leher, dada, lengan atas, punggung, pinggul, paha, tungkai bawah, dan selangkangan. Syait juga mengalami patah tulang iga kiri.
JPU juga membacakan Visum et Repertum (VeR) dari RS Sardjito. Hasilnya, Syait mengalami memar pada kulit kepala bagian dalam dan pendarahan selaput otak akibat luka kekerasan tumpul. Selain itu, ada juga luka lecet dan memar serta kekurangan oksigen, radang paru akut, dan gangguan pernafasan akut.
Tanggapan Terdakwa dan Pengacara
Wahyudi selaku terdakwa menampik melakukan tindakan kekerasan berkali-kali. "Saya tidak lakukan berkali-kali. Tidak ada Syait saya suruh ngangkat air. Dan tindakan saya tidak dilakukan dengan rotan, tapi ranting," sanggahnya.
Terpisah, kuasa hukum terdakwa Achiel Suyanto mengatakan, belum ada pemaparan yang jelas mengenai luka-luka yang dialami Syait Asyam. "Hanya disebutkan lukanya tanpa diuraikan penyebab timbulnya luka," kata dia.
(Baca: Pengacara Terdakwa Kasus Mapala UII Minta Hakim Batalkan Dakwaan)
Achiel juga merasa keberatan dengan dua hasil visum yang dibacakan. Menurutnya, tidak semua dokter bisa mengeluarkan visum.
"Visum hanya diterbitkan oleh dokter kehakiman. Kalau yang dibacakan tadi surat keterangan dokter, bukan visum," katanya.
Sebelumnya, tiga mahasiswa di Universitas Islam Indonesia (UII) meninggal dunia usai mengikuti kegiatan berkemah di Gunung Lawu, Jawa Tengah. Kegiatan itu diselenggarakan oleh Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UII sebagai pelatihan dasar dan diberi tajuk: The Great Camping (TGC).
Adapun tiga mahasiswa malang itu adalah Muhammad Fadhli, Syait Asyam, dan Ilham Nur Padmy Listiaadin. Mereka ditengarai tewas setelah dianiaya para seniornya di Mapala UII.
Berdasarkan minimal dua alat bukti, polisi menetapkan enam orang tersangka baru kasus diksar TGC XXXVII Mapala UII. Mereka adalah TA; HS; NAI; TN; DK dan RF.
Enam orang tersangka merupakan staf operasional regu saat diksar berlangsung. Mereka diduga ikut andil dalam kekerasan yang menyebabkan tewasnya tiga mahasiswa UII dan luka pada 34 peserta diksar lainnya. Dua senior yang lebih dulu ditetapkan tersangka telah menjalani persidangan di PN Karanganyar.
(NIN)