Dua tersangka kasus diksar Mapala UII, Angga dan Wahyudi di Mapolres Karanganyar, Kamis, 27 April 2017.--MTVN/Pyhtag--
Dua tersangka kasus diksar Mapala UII, Angga dan Wahyudi di Mapolres Karanganyar, Kamis, 27 April 2017.--MTVN/Pyhtag-- (Pythag Kurniati)

Kasus Kekerasan Mapala UII, Tersangka: Mana Ada Kakak Bunuh Adiknya!

kekerasan di mapala uii
Pythag Kurniati • 27 April 2017 15:04
medcom.id, Karanganyar: "Mana ada kakak bunuh adiknya." Kalimat itu meluncur dari mulut Wahyudi, salah satu tersangka kekerasan diksar The Great Camping (TGC) XXXVII Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Islam Indonesia (UII) di Tlogodringo, Tawangmangu, Karanganyar. 
 
Kalimat itu mengemuka saat wartawan menanyakan motif kekerasan terhadap peserta pendidikan dasar (diksar) Mapala hingga berujung pada tewasnya tiga mahasiswa UII. Tersangka tidak mengakui tindakan kekerasan yang mereka lakukan bertujuan melukai atau membunuh peserta diksar. 
 
"Maksud kita supaya mereka (peserta diksar) menjadi baik," kata Wahyudi di Mapolres Karanganyar, Kamis, 27 April 2017.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Wahyudi mengklaim memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) selama diksar berlangsung. Seperti peserta diberikan 'sentuhan' berupa pemukulan dan tendangan kepada peserta diksar.
 
"Kita punya SOP. Memang di suhu yang sangat dingin, peserta harus diberikan sentuhan supaya kondisinya tidak lebih parah," tuturnya.
 
Pada saat melakukan tindakan pada almarhum Syait Asyam contohnya, ia mengaku, saat itu suhu sangat dingin dan terjadi hujan lebat. Sehingga 'sentuhan' dialamatkan kepada Syait.
 
Tersangka lainnya, Angga, meyakini bahwa kekerasan yang mereka lakukan tidak melampaui batas. "Semua yang kami lakukan masih dalam konteks pendidikan," kata Angga.
 
Apa yang dilakukan kedua tersangka rupanya tak lepas dari tradisi memberikan 'punishment' kepada junior di pecinta alam. Angga dan Wahyudi mengaku juga pernah mendapatkan perlakuan serupa saat mengikuti diksar Mapala.
 
"Waktu itu ya kami anggap sebagai hukuman biasa," jelas dia.
 
Kapolres Karanganyar AKBP Ade Safri Simanjuntak mengungkapkan, tersangka melakukan kekerasan dengan tangan kosong, tendangan dan benda lain seperti rotan, dahan, ranting serta tali.
 
"Kekerasan dilakukan jika peserta diksar tidak melakukan sesuatu sesuai perintah instrukturnya. Sebagai hukuman," papar Kapolres Karanganyar.
 
Menurut keterangan, ketiga korban meninggal sempat ingin mengundurkan diri pada hari pertama dan hari ketiga diksar karena merasa tidak mampu secara fisik. "Tapi justru menjadi bulan-bulanan. Karena keyakinan tersangka, datang 37 orang. Pulang pun harus 37 orang," tuturnya.
 
Seperti diberitakan, diksar maut Mapala UII bulan Januari 2017 lalu berujung pada tewasnya tiga mahasiswa UII. Mereka adalah Muhammad Fadli, Syait Asyam dan Ilham Nur Padmy Listiadin. 
 
Polisi telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yakni Wahyudi dan Angga Septiawan. Saat ini berkas kedua tersangka telah dinyatakan lengkap (P21).
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(ALB)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif