Eksekutif Daerah Walhi Jatim, Purnawan D Negara, menyebutkan, pemerintah tak boleh berpuas diri atas kebijakan tersebut. Tapi pemerintah harus menyiapkan langkah setelah kebijakan. Misalnya, menggalakkan bank sampah dan mekanisme pemilahan sampah di rumah tangga.
"Ini kan cuma elemen kecil saja, karena penyebaran plastik tidak hanya di mal, melainkan juga di rumah tangga," kata Purnawan, Senin (22/2/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Bagi pengelola ritel dan toko waralaba seharusnya juga mengurangi penyediaan plastik. Bisa dengan menyediakan bungkus dari kertas atau plastik yang bisa hancur oleh tanah.
Pupung, sapaan akabnya menilai, masyarakat tidak sekadar peduli dalam pengurangan sampah plastik. Namun, harus kritis dalam memilih tempat belanja.
"Jangan belanja di mal dan toko yang merusak RTH (ruang terbuka hijau). Masyarakat harus cerdas memilih tempat perbelanjaan," jelas dia.
Pupung menyoroti murahnya harga per plastik, yakni Rp200. Harusnya besaran biaya yang harus dikeluarkan berkisar Rp20 ribu-Rp25 ribu.
"Lebih besar nominalnya saya kira lebih efektif dalam menekan penggunaan plastik," paparnya.
Dosen Universitas Widyagama itu menyarankan supaya Pemkot Malang memberikan payung hukum pada kebijakan tersebut dengan Peraturan Daerah (Perda).
"Tidak hanya regulasinya sekelas Peraturan Wali Kota (Perwal). Undang-undang lingkungan hidup mulai pusat dan dan provinsi bisa dijadikan dasar," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)
