Arifin mengatakan Densus menggeledah rumahnya di Jalan Kapi Sraba, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Ia dan istri ditangkap. Kabar pun beredar menyebutkan Arifin dan istri sebagai terduga teroris.
Dengan dipersilakan pulang, kata Arifin, dugaan yang mengarah padanya pun terbantahkan. Sebenarnya, Arifin bisa saja menuntut atas tindakan Densus padanya itu. Sebab tindakan itu mencoreng namanya. Ia hanyalah korban salah tangkap.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Baca: Pasutri Jadi Korban Salah Tangkap
"Tapi saya ini kan aparatur negara. Mereka juga aparatur negara. Jadi saya menghormati tugas mereka dan ikuti prosesnya saja," kata Arifin ditemui di rumahnya di Kecamatan Pakis, Rabu, 16 Mei 2018.
Setelah mendengar kabar tersebut, keluarga besar Arifin pun banyak yang menyesalkan peristiwa yang dapat menyebabkan nama Arifin tercemar. Bahkan beberapa dari mereka tidak terima atas perlakuan yang dilakukan polisi.
"Cuma istri saya (Siti Rohaida) sudah melakukan proses rehabilitasi nama kami ke polisi di Surabaya, kemarin (Selasa) pagi," ujar pegawai Kantor Pos Pusat Kota Malang ini.
Arifin menjelaskan bahwa dirinya sejak kecil hidup di lingkungan keluarga angkatan. Bahkan, istrinya merupakan seorang cucu dari pejuang Pembela Tanah Air (PETA) di masa pendudukan Jepang dahulu.
"Saudara dan teman kami banyak yang jadi tentara dan polisi. Mereka sudah membangun negara ini, jadi tidak mungkin bila kami dituduh sebagai perusak bangsa," beber pria kelahiran Surabaya ini.
Sebelumnya diberitakan, pasangan suami istri (pasutri) Arifin, 47, dan Siti Rohaida, 48, ditangkap. Diduga keduanya termasuk jaringan teroris ledakan bom di Surabaya beberapa waktu yang lalu.
Setelah menangkap pasutri penjual krupuk ikan dan telor asin ini, polisi kemudian menggeledah rumah mereka dan mengamankan barang bukti berupa beberapa buku agama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)
